HADLARAH DAN MADANIYAH
Ada dua kata dalam bahasa arab yang saling dekat, tetapi mempunyai arti dan makna yang berbeda. Ia adalah hadlarah dan madaniyah. Bagi kaum muslimin sangat perlu mengetahui perbedaan antara hadlarah dengan madaniyah, juga perlu memahami bahwa tidak boleh sembarang memungut madaniyah.
Hadlarah
Hadlarah diartikan sebagai kumpulan faham tentang kehidupan. Hadlarah bersifat khas. Ia sesuai dengan pandangan hidup tertentu dari seseorang. Kekhasan suatu hadlarah sesungguhnya terletak pada dasar tempat berdirinya, yaitu aqidahnya.
Madaniyyah
Madaniyyah adalah bentuk materi (benda) terindra dan dipakai dalam kehidupan. Konsepsi madaniyah terikat erat dengan “tempat pijakan”, “konsepsi kehidupan dunia”, dan “kebahagiaan yang dikembangkan” ketika sesorang memanfaatkannya. Madaniyyah dapat bersifat khas (khusus) dan dapat pula bersifat umum (universal). Kekhasan madaniyah terletak pada asal kemunculannya. Bila ia berasal dari hadlarah maka ia disebut dan bersifat khas. Tetapi bila ia tidak dari hadlarah manapun, ia berasal dari sesuatu yang universal maka ia adalah madaniyah yang bersifat umum. Madaniyah yang terakhir ini ia telah banyak membuat wajah dunia berubah. Ia muncul dari kemajuan sains dan teknologi.
Keterkaitan antara Hadlarah dengan Madaniyyah
Perbedaan antara hadlarah dan madaniyyah wajib diperhatikan oleh setiap kaum muslimin. Perbedaan yang perlu diperhatkan adalah terletak pada sifat madaniyah yang muncul akibat kemajuan sains dan teknologi. Perhatian dan tilikan tersebut kita perlukan agar manusia tetap dalam konsep kerangka ibadah. Ia juga berguna ketika kita mengambilnya untuk keperluan penghidupan.
Bentuk-bentuk madaniyyah yang lahir dari hadlarah, semisal patung, ia memiliki kekhasan tersendiri. Patung terkait dengan hadlarah asing (misalnya barat) yang membolehkan adanya patung sebagai bentuk madaniyyah, tetapi hadlarah Islam telah melarang pembuatan patung. Kalau madaniyyah muncul dari hadlarah barat padahal bagi kaum muslimin segala sesuatunya selalu terkait dengan aturan Islam, bila ia bertentangan maka ia terlarang bagi setiap manusia untuk memungutnya. Lain halnya bila madaniyyah itu berasal dari barat berasal dari barat tetapi ia berasal dari kemajuan teknologi, maka kaum muslimin dibolehkan untuk mengambilnya. Sebab, sifat madaniyyah yang lahir dari kemajuan sains dan teknologi adalah universal. Madaniyyah yang dimaksud, misalnya perangkat laboratorium, alat-alat kedokteran, mesin keperluan industri, perabotan rumah tangga dan seterusnya. Ia boleh di ambil karena ia tidak terlahir dari hadlarah manapun dan tidak ada hubungannya dengan hadlarah.
Hadlarah Islam dan Barat
Kaum muslimin telah nyata dilarang mengambil madaniyyah yang lahir dari hadlarah barat. Sebab ia bertentangan dengan hadlarah Islam, baik dari dasar pijakannya, konsepsi kehidupan dunia maupun makna kebahagiaan yang menjadi pemahamannya.
Hadlarah Barat
Hadlarah barat berdiri di atas sekulerisme. Ia telah memisahkan dan mengingkari peran agama dari kehidupan. Sekulerisme (negara) yang terjadi sesungguhnya akibat logis dari tindakan pemisahan, demikian yang mereka lakukan. Dengan cara demikian mereka membangun asas kehidupan dan munculnya aturan hidup.
Asas yang menjadi konsepsi kehidupan bagi barat adala pandangan tentang kehidupan yang ditilik dari manfaat. Ukuran kebahagiaan misalnya mereka ukur dari bentuk-bentuk kenikmatan jasmani yang diperolehnya. Semakin tersedianya banyak sarana kenikmatan maka semakin bahagia, menurut anggapan mereka menuju puncak kebahagiaan. Asas ini telah menjadi ukuran bagi seluruh perbuatan mereka. Karena itu asas manfaat (naf’iyyah) adalah sistem dan hadlarah barat. Selain asas manfaat (naf’iyyah) semuanya tidak bernilai dan tidak diakui di hadapan mereka. Asas ini pula yang menjadi ukuran segala perbuatan.
Masalah-masalah kerohanian bagi mereka adalah masalah pribadi, ia tidak ada hubungannya dengan kepentingan orang banyak. Ia terbatas dimiliki oleh kalangan para rohaniawannya. Itulah sebabnya mengapa hadlarah barat tidak memiliki nilai-nilai akhlaqi, rohani dan insani. Walaupun gereja ada di dalamnya tetapi agama ini telah lama ditinggalkan pemeluknya. Mereka lebih senang dalam pelukan sekulerisme (hadlarah barat).
Penganut hadlarah barat lebih senang berada dalam nilai-nilai kebendaan dan manfaat ketimbang direpotkan kepada sesuatu yang lainnya. Itulah sebabnya mengapa semua tugas-tugas kemanusiaan lebih banyak dilakukan oleh berbagai organisasi non pemerintah (LSM). Tercatatlah Palang Merah Internasional atau Misi Zending yang mengambil tugas-tugas tersebut.
Hadlarah Islam
1. Asas hadlarah Islam
Konsepsi kehidupan dan makna kebahagiaan dalam hadlarah Islam saling bertentangan dengan hadlarah barat, seperti keterangan yang tertulis di atas. Hadlarah Islam berdiri di atas dasar iman kepada Allah SWT (aqidah Islam). Kaum muslimin percaya (iman) bahwa Dia telah meletakkan sebuah aturan (lengkap) untuk alam semesta, bagi manusia dan kehidupan ini. Mereka juga iman bahwa Dia telah mengutus Muhammad Rasulullah SAW sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, membawa Islam sebagai Ad-Dien. Itulah aqidah Islamiyyah sebagai dasar hadllarah Islam, yaitu beriman kepada Allah SWT, MalaikatNya, kitab suciNYa, Rasul-rasulNya, hari kiamat, dan qadha dan qadar yang baik dan buruknya berasal dari Allah SWT. Aqidahlah yang menjadi dasar hadlarah tersebut, dan ia berdiri di atas dasar kerohanian (ruhiyah).
2. Konsepsi Kehidupan
Mafhum(pemahaman) konsepsi kehidupan dalam hadlarah Islam terletak dan berdiri di atas aqidah Islam. Landasan ini meletakkan posisi materi dan ruh dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan, mengarahkan seluruh perbuatan manusia berjalan sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT. Dari pemahaman inilah terpampang jelas gambar konsepsi kehidupan versi Hadlarah Islam.
Dalam konsepsi tersebut amal perbuatan manusia adalah materi, tetapi kesadaran seseorang untuk berbuat sesuatu selalu terkait dengan aturan Allah swt Tuhan YME, yaitu apakah ia “halal” ataukah “haram”. Adanya konsepsi seperti menyebabkan sesorang memilih-milih perbuatannya dan tidak mungkin adanya peluang untuk memisahkan antara perbuatan dengan tingkat kesadarannya (tidak ada peluang untuk mengarah sekulerisme). Sebab, antara keduanya sangat erat terkait. Itulah percampuran yang dimaksud antara “materi” (perbuatan) dengan “kesadaran”(ruhiyah). Karenanya, jalur perbuatan seorang muslim tidak lain adalah perintah dan larangan-Nya. Lalu, tujuan semua perbuatan manusia juga tidak lain adalah mengharapkan keridhaan-Nya. Ia bukan asas “aji mumpung” manfaat atau asas - asas lainnya.
Seseorang melakukan suatu perbuatan mempunyai maksud dan tujuan. Di dalam hadlarah Islam, maksud suatu perbuatan mempunyai “nilai” (qimah) tersendiri yang selalu ingin diwujudkan dalam setiap perbuatannya. Nilai suatu perbuatan bisa berbentuk materi dan bisa pula yang berbentuk immateri, atau bahkan kedua-duanya, tergantung jenis perbuatannya. Seorang pedagang melakukan perbuatan niaga mempunyai tujuan untuk mencari untung. Ini perbuatan materi dan bersifat kebendaan, tetapi kendali perbuatannya apakah ia dalam berdagang, misalnya ia jujur, menipu, dan sebagainya, adalah terletak pada kesadaran pedagang tersebut yang yang terkait dengan (peraturan) Allah SWT. Pedagang, misalnya hanya ingin selain mendapatkan untung (laba, nilai kebendaan) juga ingin mengharapkan keridlaanNya. Nilai kesadran seperti inilah yang disebut sebagai nilai immateri (pahala).
Adakalanya nilai suatu perbuatan dapat bersifat kerohanian. Semisal zakat, shaum dan haji. Terkadang bersifat akhlaqi, semisal jujur, amanah dan tepat janji. Tetapi ada pula yang bersifat kemanusiaan (insaniyyah) semisal menolong orang yang tenggelam, meringankan beban orang lain dan seterusnya. Nilai-nilai seperti inilah yang sering di upayakan manusia agar terwujud. Tetapi nilai-nilai tersebut bukan sebagai jalur penentu dan bukan tujuan utama dari sebuah perbuatan, melainkan bertujuan untuk mengharapkan kerelaan-Nya semata. Nilai-nilai perbuatan yang berbeda tersebut memang tergantung kepada jenis perbuatan.
3. Wujud Kebahagiaan
Konsepsi kebahagiaan menurut Hadlarah Islam bukanlah terletak pada pemenuhan dan pemuasan kebutuhan-kebutuhan manusia. Kebahagian menurut hadlarah Islam adalah hanya untuk memperoleh keridlaan Allah SWT. Di dalam Islam, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan baik jasmani maupun naluri, tidak lain adalah sarana untuk menjaga kelangsungan hidup manusia, karenanya pemenuhan kebutuhan ini sama sekali tidak pernah menjamin datangnya kebahagiaan bagi manusia. Kebahagiaan, kalaupun ada maka ia hanya sangat semu dan menipu belaka.
Contoh-contoh dalam kehidupan
Banyak sekali contoh-contoh yang bisa diambil untuk menggambarkan konsepsi hadlarah dan madaniyyah Islam yang boleh dan yang tidak. Sebuah lukisan (telanjang) sebuah misal untuk madaniyyah, adalah bentuk kebudayaan barat. Hadlarah barat menganggap bahwa (madaniyyah) lukisan seperti itu adalah wujud sebuah (seni) keindahan dan bernilai seni bila memenuhi kriteria seni menurut mereka. Tetapi hadlarah Islam telah telah membuat aturan yang pasti dan khas bahwa bentuk madaniyyah seperti itu bertentangan dengan Hadlarah Islam. Islam menjaga kehormatan perempuan dan ia wajib dilindungi dan dihormati. Larangan yang jatuh terhadap lukisan seperti itu adalah karena bentuk madaniyyah tersebut membangkitkan naluri seksual (gharizatunnau’) dan menyebabkan timbulnya kebejatan akhlaq.
Seorang muslim yang ingin mendirikan rumah, juga sebagai contoh dari madaniyyah , ia tidak bebas dari aturan yang ada. Maka, rumah yang akan didirikannya sedemikian rupa sehingga para wanita penghuni rumah tidak sampai terlihat orang luar. Untuk itu ia perlu membangun pagar di sekeliling rumahnya ataupun bentuk lain untuk menutup aurat di dalam rumah. Tetapi hadlarah barat tidak memperhatikan hal seperti ini.
bentuk-bentuk madaniyyah lainnya yang lahir dari hadlarah barat umumnya menyalahi aturan yang terdapat dalam Islam. Pakaian misalnya bila ia memilikinya ciri-ciri khas milik agama lain dan hanya dipakai oleh golongan agama tertentu, maka ia tidak boleh dikenakan oleh muslim. Sebab pakaian tersebut menyandang pandangan hidup tertentu, tetapi bila pakaian tersebut telah biasa dan dipakai secara luas oleh orang-orang dan tidak lagi mencerminkan kekhasan pakaian non muslim melainkan hanya memenuhi kebutuhan dan keindahan belaka, maka ia boleh dipakai oleh muslim. Ini adalah bentuk madaniyyah yang bersifat umum (universal).
Madaniyah yang lahir akibat kemajuan sains dan teknologi misalnya perangkat laboratorium, alat-alat kedokteran, mesin keperluan industri, perabotan rumah tangga dan seterusnya, adalah bentuk madaniyyah yang bersifat umum (universal). Ia boleh diambil karena ia tidak terlahir dari hadlarah manapun dan tidak ada hubungannya dengan hadlarah.
Dominasi hadlarah barat dewasa ini yang menguasai dunia dan manusianya. Telah dapat kita simpulkan bahwa hadlarah ini tidak dapat menjamin ketenangan hidup bagi penghuni bumi. Kita lihat bahwa hadlarah ini telah mencabik-cabik dan menghanguskan dunia. Ia yang memisahkan peran agama dari kehidupan dan tidak pernah memandang segi kerohanian, adalah bertentangan dengan fitrah manusia, kehidupan, dan hubungan antara sesama manusia menurut hadlarah ini hanya dipandang dari segi manfaat belaka.
Hadlarah barat tidak pernah menghasilkan apa-apa selain dari nestapa dan keresahan nan abadi, perselisihan, baku hantam dan mengandalkan kekuatan adalah sebagai sesuatu yang wajar untuk mewujudkan manfaat bagi dirinya. Bagi mereka penjajahan dalam segala bentuk manifestasinya sesuatu yang sah dan boleh-boleh saja asal ia bisa mendatangkan manfaat.
Sendi-sendi akhlaq menjadi guncang dan tergeser, sebab hanya manfaat saja yang mereka jadikan dasar kehidupan, sebagaimana nilai-nilai kerohanian yang telah lebih dahulu mereka guncang dan geserkan dari arena kehidupan. Hidup bagi mereka adalah persaingan, permusuhan, baku hantam atau penjajahan. Adanya krisis kerohanian, keresahan kronis dan menyeluruh serta merajalelanya kejahatan dalam berbagai bentuknya, adalah bukti nyata kehancuran dan dampak dari hadlarah barat, sebab, hadlarah inilah yang kini menguasai dunia.
Penutup
Islam dalam sejarahnya yang panjang dan gemilang, pernah berkuasa di dunia sejak abad ke-6 M hingga akhir abad ke-18 M. Tidak pernah didapati sebagai hadlarah penjajah. Sebab, hadlarah islam tidak pernah memiliki tabiat penjajah, ia tidak pernah membedakan antar sesama muslim. Keadilan terjamin dan terjaga terhadap bangsa-bangsa yang pernah tunduk di bawah kekuasaan Islam. Sebab hadlarah ini mewujudkan seluruh nilai-nilai materi dan ruhiyah material, spiritual, akhlaki dan kemanusiaan. Bagi penganut hadlarah ini kehidupan bagi mereka adalah bertitikberatkan pada aqidah, dikonsepsikan untuk tetap berjalan sesuai dengan perintah dan laranganNYa. Bagi mereka, makna kebahagiaan adalah mendapat ridla dan magfirahNya.
Dan apabila hadlarah islam kembali berkuasa di muka bumi ini seperti yang pernah terjadi di masa silam, maka ia pasti mampu menangani seluruh krisis dunia dan pasti menjamin kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. InsyaAllah.
Posting Komentar untuk "HADLARAH DAN MADANIYAH"