Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Masjid Untuk Menyelesaikan Persoalan Ummat

  

Oleh : Ust. Herman Anas**

 

PENULIS merasa terpanggil untuk membahas tema ini, karena pengalaman dan sempat bertemu dengan masjid yang saldonya sampai ratusan juta. Herannya, karpetnya kusam dan warnanya hampir hilang. Apa menunggu bolong baru diganti?. Kamar mandi juga kuning dan kotor. Kejadian ini membuat penulis mengernyitkan dahi.

Masjid sebenarnya mempunya arti penting dalam tubuh umat ini dan dalam peradaban Islam. Bahkan Rasulullah sampai ke Madinah, yang dibangun pertamakali adalah masjid, bukan rumahnya.

Menurut ketua umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla, jumlah Masjid di Indonesia ada sekitar 800 ribu masjid dan musholla. Itu adalah data lama. Jadi per 220 orang ada satu masjid.

Jumlah yang sangat banyak sekali. Tentu saat ini lebih banyak lagi. Bisa 900 ribu lebih. Namun, sudahkah masjid ini berfungsi sebagaimana mestinya?. Yang menjadi ukuran adalah masjid di zaman Rasulullah dan para sahabat.

Bukan sebagaimana sebagian masjid saat ini yang hanya berlomba dalam hal fisik. Hanya untuk shalat Jum’at, shalat lima waktu kemudian ditutup apalagi digunakan hanya untuk destinasi wisata. Hal ini menunjukkan kualitas keilmuan pengurus takmir yang mengelola masjid tersebut.

Masjid di zaman Rasulullah sebagai pusat kegiatan umat. Pusat ibadah mahdah dan sosial. Mulai penyampaian risalah hingga menampung orang yang susah.

Begitulah yang dinamakan dengan memakmurkan masjid. Jadi, memakmurkan masjid memiliki makna dua hal. Memakmurkan secara hissi (fisik) dan memakmurkan secara maknawi (non-fisik). Begitulah penafsiran Syaikh Ali al Shobuni di dalam kitabnya Rawaiul Bayan Tafsiru Ayatil Ahkam (روائع البيان تفسير ايات الاحكام), dalam menafsirkan Surah At Taubah 17-18.

Memakmurkan fisik seperti membangun, memberikan hiasan, memberikan ornamen-ornamen, memberikan harum – haruman dan membersihkan untuk kenyamanan dan keindahan. Sedangkan, memakmurkan secara non fisik maknanya sangat luas.

Hal ini terkait fungsi masjid untuk kemaslahatan umat. Bahkan memakmurkan masjid secara maknawi (non-fisik) termasuk tujuan tertinggi dari bangun masjid. Begitu kata Syaikh Shobuni.

وهذه هي العمارة المعنوية التي هي الغرض الأسمى من بناء المساجد.

Contoh pemakmuran non-fisik adalah diadakan, shalat wajib, jum’atan, majelis ilmu, pembekalan ilmu untuk SDM, pelatihan untuk masyarakat, sebagai solusi di masyarakat dll.

Setelah mengetahui jumlah masjid dan fungsinya, apa yang harus dilakukan?.

Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam rangka mengembalikan fungsi masjid diantaranya adalah:

Pertama, merubah pola pikir pengurus masjid

Bahwa fungsi masjid sebagai pusat ibadah, kegiatan, aktifitas dan peradaban umat. Masjid harus dibuka 24 jam, bukan ditutup usai shalat.

Kehilangan barang tidak dijadikan alasan untuk menutup masjid. Justru seharusnya membayar satpam untuk menjaga dan dilengkapi CCTV. Sebagaimana fungsi jalan raya untuk umum.

Tidak karena seringnya kecelakaan menjadikan jalan ditutup atau diberi polisi tidur sepanjang jalan. Memakmurkan masjid tidak hanya fisik tapi juga non-fisik dan itu justru tujuan tertinggi (غرض الاسمى).

Kedua, masjid punya kekhasan masing-masing

Tapi, tetap sebagai pusat peradaban umat. Tidak sama antara masjid pinggir jalan raya, perumahan dan perkampungan. Tiap tempat mempunyai masalah umat dan prioritas sendiri-sendiri.

Masjid pinggir jalan di samping difungsikan shalat jamaah, jum’atan, kajian Islam, menyelesaikan problem umat di sekitar, punya ciri khas berbeda, yakni ramah pada musafir, melayani sesuai kemampuan masjid tersebut.

Masjid perumahan mempunyai problem yang khas seperti, ia individualisme, yang aktif di masjid menunggu pensiun, kurangnya SDM dst. Sementara masjid perkampungan atau di desa perlu difahamkan bahwa infaq masjid bukan hanya untuk bangunan fisik dan masjid bukan hanya untuk jum’atan saja supaya pemakmuran non-fisik bisa berjalan dengan baik.

Ketiga, merubah pola pikir terkait uang infaq masjid

Infaq masjid seharusnya diperuntukkan kemakmuran masjid baik fisik dan non fisik. Saat bangunan fisik sudah kokoh dan bagus, maka tugas takmir selanjutnya adalah menggunakan infaq untuk pemakmuran non fisik dan ini adalah tujuan utama di bangunnya masjid (غرض الاسمى) menurut Syaikh Ali As Shobuni. Apa guna fisik masjid bagus namun tidak mampu mencerahkan jama’ah atau warga sekitarnya?. Memang jangkauannya tidak mungkin sama dengan masjid Rasulullah yang digandeng oleh negara.

Keempat, wasiat taqwa khutbah Jum’at

Khutbah Jum’at tidak hanya melaksanakan rukun khutbah secara formalitas untuk menggugurkan kewajiban. Namun, untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat. Sebagaimana Sayyidina Umar mengarahkan sahabat Sariyah ke bukit untuk berlindung yang ada di Syam waktu khutbah Jum’at di Madinah (يا سارية ، الجبل الجبل ).

Wasiat taqwa juga dalam rangka menjadikan Islam sebagai sudut pandang di masyarakat. Memperbaiki opini umum di masyarakat. Karena, opini umum adalah akal masyarakat yang akan dijadikan sudut pandang.

Kelima, takmir masjid harus turun gunung untuk mengetahui persoalan jama’ah dan warga

Dia harus diskusi dengan jama’ah dan warga dalam rangka mengadakan kegiatan yang cocok dan menjadi solusi atas problem yang dihadapi masyarakat. Semua itu akan ketemu jika ada diskusi, ngobrol dan minta saran.

Jika pengurus hanya duduk di masjid dan berkutat dengan kegiatan rutinitas dan formalitas, maka sulit masjid tesebut menjadi solusi untuk umat. Masjid hanya untuk pengurus itu-itu saja.

Akhirnya, semoga 800 ribu masjid bisa mencerahkan umat. 1 masjid bisa mengcover, melayani dan mendidik 220 jama’ah atau warga.

Ingat!, para khotib harus sensitif, bahwa di bulan maulid ini ada orang yang mengina nabi di Prancis sana. Wallahu a’lam bish shawab.*

 

*Tulisan ini telah dipublikasikan pada Hidayatullah.com edisi 4 November 2020

**Penulis adalah Alumni PP Annuqoyah – Sumenep, Mahasiswa Pasca Sarjana UIN KHAS – Jember, Pembina MT. Kalam.

Posting Komentar untuk "Masjid Untuk Menyelesaikan Persoalan Ummat"