Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pergantian Tahun


 Beberapa hari lagi tahun 2023 Masehi akan berakhir, dan akan datang tahun 2024. Lembaran baru akan terbuka menggantikan hari yang telah berlalu. Namun bagi sebagian orang pergantian tahun bukan sekedar pergantian tanggal. Sebagian kalangan menganggapnya istimewa dan merasa perlu membuat acara khusus.

Para ulama telah mengingatkan kaum muslimin bahwa memperingati malam pergantian tahun adalah perbuatan yang dilarang dalam agama dan memiliki banyak kemudharatan. Pertama, Aktivitas merayakan malam pergantian tahun dihukumi tasyabuh bil kuffar

Berdasarkan catatan Dalam The World Book Encyclopedia disebutkan bahwa Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke 46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari itu (1 Januari) kepada Janus, yang mereka yakini sebagai dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan waktu. Ia juga diyakini memiliki dua wajah, satu menghadap ke depan dan satu lagi menghadap ke belakang sebagai simbol masa depan dan masa lalu. Bulan Januari diambil dari nama dewa ini.

Firman Allah ta’ala yang artinya,“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).’ Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 104).

Ayat ini dengan jelas melarang kaum muslimin untuk mengikuti agama mereka (orang Yahudi dan Nasrani), atau dengan kata lain, melarang kaum muslimin menyerupai orang-orang kafir (tasyabbuh bi al kuffaar).

Sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam yang artinya,” “Sungguh kalian akan mengikuti jalan-jalan orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga kalau mereka memasuki lubang biawak, niscaya kalian akan mengikutinya.” Kami [para sahabat] bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang Yahudi dan Nashara?” Rasulullah saw. berkata, ”Lalu siapa lagi [kalau bukan mereka]?” (HR Bukhari No. 3269).

Imam Nawawi –rahimahullah– ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziroo’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal-hal kekafiran mereka yang diikuti.

Sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR Ahmad, 5/20; Abu Dawud No. 403). Imam Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan sanad hadis ini hasan.

Kesemua nash di atas menunjukkan larangan bagi kaum muslimin untuk mengikuti atau menyerupai perbuatan non muslim yang berkaitan dengan aqidah mereka. Termasuk diantaranya melakukan perayaan peringatan tahun baru masehi.

Kedua, merayakan tahun baru identik dengan perayaan hari raya agama lain. Padahal Islam telah memiliki hari raya sendiri, yakni Idul Fitri dan Idul Adha. Sebagaimana Hadits Rasul Shalallahu Alaihi wa Sallam Dari Anas radhiyallahu anhu., yang artinya, ”Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam. datang ke kota Madinah, sedang mereka (umat Islam) mempunyai dua hari yang mereka gunakan untuk bermain-main. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam. bertanya, ’Apakah dua hari ini?’ Mereka menjawab, ’Dahulu kami bermain-main pada dua hari itu pada masa jahiliah.’ Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam. bersabda, ’Sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.” (HR Abu Dawud, No. 1134).

Hadis ini dengan jelas telah melarang kaum muslimin untuk merayakan hari raya kaum kafir.

Ketiga, Perayaan tahun baru masehi umumnya dilakukan dengan cara begadang menunggu tengah malam hingga tepat pukul 00.01 waktu setempat. Kegiatan ini termasuk amal membuang – buang waktu untuk hal yang tidak penting. Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam melarang ummatnya untuk begadamg ba’da Isya tanpa ada hajat atau keperluan tertentu.

Begadang yang tidak memiliki kemaslahatan merupakan salah satu hal yang dibenci oleh Rasulullah. Jika tidak ada keperluan penting, Rasulullah biasa tidur di awal malam. Dan beliau selalu bangun tengah malam atau sepertiga malam terakhir untuk sholat tahajud, Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam membenci tidur sebelum shalat Isya’ dan ngobrol setelah Isya’ (HR. Bukhari).

Bahkan Imam Syafi’i memberi nasehat yang sangat tepat terkait dengan waktu, “Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil)”

Keempat, perayaan pergantian tahun umumnya dilakukan dengan aktivitas yang membutuhkan biaya dalam jumlah yang tidak sedikit. Merayakan tahun baru, khususnya dengan acara musik dan pesta kembang api serta acara sejenisnya, pastilah membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Hal ini termasuk bentuk pemborosan yang dibenci oleh Allah ta’ala, sebagaimana firmannya,.”Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Terjemah QS. Al Isra: 27)

Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda yang artinya, “Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian; kabar burung, membuang-buang harta, dan banyak bertanya.” (HR. Bukhari).

 

Khatimah

Mendekati pergantian tahun Masehi beberapa hari ke depan hendaknya kaum muslimin bersikap sesuai tuntunan dari Allah ta’ala dan Rasul-Nya. Perayaan pergantian tahun Masehi bukanlah bagian dari syariat Islam, bahkan aktivitas tersebut adalah bagian dari peradaban kaum paganis penyembah berhala.

Ummat Islam adalah ummat yang dimuliakan yang hanya menyembah dan beribadah pada sang Khaliq, Allah ta’ala saja.

iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (QS. Al Fatihah : 5)

Maka tidak layak jika ummat Islam mengikuti perayaan peradaban lain. Cukuplah tuntunan dari Allah dan rasul-Nya dalam menjalani kehidupan, termasuk melewati pergantian tanggal dari 31 Desember ke tanggal 1 Januari dengan aktivitas – aktivitas harian yang bernilai wajib, sunnah atau setidaknya dengan perbuatan mubah.

Menghabiskan waktu dengan kegiatan yang bernilai ibadah ritual, seperti shalat, mengaji, berdzkir dll ataupun dengan aktivitas lain yang bernilai ibadah sosial seperti berdakwah, menuntut ilmu bershadaqah dsb. Tetap beraktivitas normal sebagaimana hari – hari yang lain.

Semoga kita senantiasa mendapat petunjuk dari Allah ta’ala sebagaiman permohonan yang kita ajukan dalam surat al fatihah yang selalu dibaca saat sholat.

ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm

Tunjukilah kami jalan yang lurus,

ṣirāṭallażīna an’amta ‘alaihim gairil-magḍụbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn

(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Wallahu a’lam bi ashawab

Posting Komentar untuk "Pergantian Tahun"