Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

IBUMU...

 Hari Ibu adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya. Di Indonesia, hari ibu dirayakan tiap 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan nasional.

Sementara di Amerika dan lebih dari 75 negara, seperti Australia, Kanada, JermanItaliaJepangBelandaMalaysiaSingapuraTaiwan, dan Hong Kong, Hari Ibu atau Mother's Day dirayakan pada Ahad pekan kedua Mei. Hari ibu di Amerika Serikat dirayakan pertama kali pada 1908, ketika Anna Jarvis mengadakan peringatan atas kematian ibunya di Grafton, West Virginia 

Pada 1908, Kongres Amerika Serikat menolak proposal untuk menjadikan Hari Ibu sebagai hari libur nasional. Pada 1911, seluruh negara bagian di Amerika Serikat menjadikan Hari Ibu sebagai hari libur. Pada 1914, Woodrow Wilson menandatangani deklarasi untuk menjadikan Hari Ibu sebagai hari libur nasional. (wikipedia)

Namun sebelum dunia merayakan hari Ibu sebagai bentuk penghormatan pada para wanita, khususnya pada ibu. Islam telah menempatkan wanita pada posisi yang mulia. Saat peradaban lain menganggap wanita sebagai warga kelas dua, peradaban Islam telah menempatkan wanita pada posisi yang tinggi.

Mengutip tulisan R. Magdalena, bahwa pada peradaban Yunani wanita di Yunani terklasifikasi menjadi 3 macam :

a. Para pelacur yang semata bertugas sebagai pemuas nafsu laki-laki

b. Selir-selir yang tugasnya adalah merawat tubuh dan kesehatan tuannya, memijat.

c. Para isteri yang bertugas merawat dan mendidik anak-anak sama seperti apa yang dilakukan oleh para pengasuh anak atau baby sitter dewasa ini.

Pada masa romawai Masyarakat Romawi terbiasa memandang isteri seperti balita, atau anak remaja yang harus selalu diawasi. Wanita selalu di bawah perlindungan dan pengawasan suaminya. Selama masa itu bila seorang wanita menikah, maka dia dan segala miliknya berada di bawah kekuasaan suami. Tidak hanya itu, suami juga mengambil alih hak-hak sang isteri. Apabila seorang isteri melakukan suatu kesalahan, maka adalah hak suami untuk menjatuhkan hukuman baginya. Seorang suami bahkan berhak memvonis mati terhadap isterinya.

Sementara beberapa kepercayaan Yahudi memandang wanita sebagai mahluk yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, bahkan menganggap wanita lebih rendah kedudukannya daripada khadam (pembantu) laki-laki. Wanita tidak mendapatkan warisan apapun dari orang tuanya, bila ia masih memiliki saudara laki-laki. Ayahnya berhak untuk menjual dirinya jika telah menginjak dewasa. Apabila seorang wanita memutuskan untuk menikah, maka semua miliknya menjadi milik suaminya. Seorang suami memiliki hak penuh atas milik istri selama mereka terikat dalam ikatan pernikahan. Jika ia menemukan suaminya di tempat tidur bersama wanita lain, maka dia harus tetap diam dan tidak boleh mengeluh. Hal ini disebabkan suami mempunyai hak penuh atas dirinya, suami dapat berbuat sesuka hatinya.

Hal ini tentu berbeda dengan peradaban Islam. Di sekitar tahun 620 Masehi, ketika pola pikir masyarakat masih diliputi keraguan, apakah wanita memiliki jiwa atau tidak, bahkan seorang manusiakah dia? Kita akan menjumpai dua utusan wanita diantara 75 warga Yatsrib (Madinah). Mereka berdua datang menemui Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam untuk meminta beliau berkenan hijrah ke Yatsrib dimana dakwah Islam dirasa akan lebih aman dan leluasa. Kedua wanita itu adalah Nusaiba binti Ka’ab (Ummu Amara) dari Bani Najjar, dan Asma’a binti Amr (Ummu mani) dari Bani Salma. Hal ini menunjukkan bahwa semenjak dari zamannya Rasulullah SAW, kaum perempuan sudah turut andil dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat.

Wiwin Mistiani menyebut bahwa dalam al-Qur’an, penggunaan istilah perempuan berdasarkan ragam bentuk perubahan katanya menunjukkan sesuai karakter-karakternya: wanita shalehah, wanita pejuang, penyabar, setia, durhaka, penghianat, penggoda dan sebagainya.

Namun yang istimewa adalah ketika al-Qur’an menyinggung perempuan dengan karakter antagonis, al-Qur’an tidak menyebutkan nama secara terang-terangan hanya berupa inisial, di mana hikmahnya sebagai pelajaran beretika. Sebaliknya, jika menceritakan prestasi akhlak dan perjuangan yang patut dicontohi kaum Hawa maupun seluruh ummat, al-Qur’an menyebut nama secara langsung. Alquran berbicara tentang para perempuan yang saleh dan beriman, mu’minat, muslimat, dan bahkan menyebut-nyebut mereka dengan nada yang sama dengan para pria yang saleh dan beriman.

Menurut Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, M.A, pakar fikih perbandingan mazhab, Islam memberi kedudukan yang terhormat kepada perempuan dan melindungi hak-haknya serta menghapuskan diskriminasi antara perempuan dengan laki-laki.

Masalah penciptaan perempuan, Al-Qur’an menerangkan bahwa perempuan dan laki-laki adalah ciptaan Allah dan berada dalam derajat yang sama. Tidak ada isyarat, bahwa perempuan pertama (Hawa) yang diciptakan oleh Allah Swt. adalah suatu ciptaan yang lebih rendah dari pada laki-laki pertama (Adam).

Asal kejadian lelaki dan perempuan disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al-Nisâ’ [4]: 1 yang artinya,"Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari jenis yang sama dan dari padanya Allah menciptakan pasangan dan dari pada keduanya Allah memperkembangkan lelaki dan perempuan yang banyak."

Ayat tersebut merupakan penegasan, bahwa tidak ada perbedaan antara zat yang dipakai untuk menciptakan perempuan dan yang dipakai untuk menciptakan lelaki, karena keduanya berasal dari jenis yang sama.

Perempuan dalam statusnya sebagai anak, berhak mendapat-kan nafkah, pendidikan dan pengasuhan sampai menikah.

Perempuan sebagai isteri, punya hak yang diberikan oleh suami sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah [2]: 228 yang artinya, "Dan isteri mempunyai hak yang sama (seperti suaminya), iapun mempunyai kewajiban terhadap suaminya, menurut kadar yang pantas"

Perempuan sebagai ibu dalam pandangan Islam, punya kedudukan yang mulia. seorang muslim wajib menghormati ibunya, sebagai rasa terima kasih atas kesusah payahan yang pernah diderita ibu ketika mengandung, melahirkan, menyusui, mengasuh dan mendidiknya (QS. Luqmân [31]: 14 dan al-Ahqâf [46]: 15).

Selanjutnya dalam masalah warisan, perempuan sama kedudukannya dengan lelaki, ia juga berhak mewarisi harta peninggalan si mayit (QS. an-Nisâ’ [4]: 7).

Islam mengatur semua kehidupan manusia. Islam juga membuat derajat dan kehormatan wanita sangat dijaga dengan baik dan hati-hati. Islam tidak memandang adanya perbedaan baik dari segi jenis, suku, ras, dan sebagainya. Begitupula antara laki-laki dan perempuan, keduanya memperoleh hak dan kewajiban yang setara. Hari ibu hanyalah momen, namun kemuliaan dan penghormatan pada ibu adalah amal sepanjang hayat.

Wallahu a’lam bi ashowab

Posting Komentar untuk "IBUMU..."