Hijriah, Hijrah dan Muhasabah
Tak terasa hari terus berganti, bulan terus berputar. Ternyata dua belas bulan hampir selesai dilewati. Kaum Muslimin akan segera memasuki Tahun Baru 1446 Hijriah.
Penetapan
awal tahun baru Islam adalah merujuk pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Shalallahu
Alaihi wa Sallam dari Kota Makkah ke Madinah. Peristiwa hijrah Nabi merupakan
momen penting dalam sejarah Islam yang terjadi pada tahun 622 Masehi,
ditetapkan sebagai hari pertama dalam penanggalan hijriyah atau kalender Islam
yakni 1 Muharam 1 Hijriyah.
Penetapan
awal penanggalan kalender Islam/hijriyah tidak lepas dari peran Khalifah Umar
bin Khattab. Dimana penentuan awal tahun baru Islam itu dimasa dan diprakarsai
oleh Khalifah Umar bin Khattab, mendapat dukungan sahabat lain seperti Usman
bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Penetapan Tahun Baru Hijriyah mulanya ditetapkan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu
anhu ketika menjadi khalifah pada tahun 17 Hijriyah. Dikisahkan bahwa Umar
awalnya menerima sepucuk surat dari sahabatnya, Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu
anhu.
Surat tersebut diterima Umar tanpa ada catatan
tanggal, bulan dan tahun pengirimannya. Hal itu tentu menyulitkan Umar untuk
menyeleksi surat mana yang harus didahulukan.
Umar pun mengadakan musyawarah terkait tarikh Islam dengan mengundang
para sahabat terkemuka. Adapun usulan para sahabat antara lain, tahun kelahiran
Nabi Muhammad, tahun kebangkitannya menjadi Rasul, tahun wafatnya, atau
hijrahnya dari Mekkah ke Madinah. Dari semua usulan dalam musyawarah, Umar bin
Khattab menyetujui usulan Sahabat Ali bin Abi Thalib dan menetapkan momen
hijrah Rasul Shalallahu Alaihi wa Sallam dari Mekkah ke Madinah sebagai titik
awal penetapan penanggalan hijriah.
Dipilih Hijrahnya Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam sebagai awal
tarikh Islam, karena mempunyai nilai yang lebih dalam sejarah perkembangan
dakwah Islamiyah. Dakwah Islam mulai mencapai kejayaannya yang gemilang setelah
Nabi Muhammad hijrah ke Madinah.
Usai pengusulan tarikh Islam, salah seorang sahabat kemudian beralih ke
pembahasan penentuan bulan pertama. Ada yang mengusulkan bulan pertama adalah
bulan Ramadhan, sementara sahabat Utsman bin Affan ra mengatakan,
"Tulislah sejak Muharram karena ia bulan haram. Ia menjadi bulan awal
tahun dan waktu jamaah haji bergegas meninggalkan Kota Makkah." Dan bulan Muharrampun ditetapkan sebagai awal bulan di
Tahun Baru Islam.
Kalender
Hijriyah dihitung berdasarkan peredaran bulan sehingga disebut juga sebagai
tahun Qamariyah. Kalender Hijriyah juga memiliki dua belas bulan setiap
tahunnya. Adapun nama-nama bulan dalam kalender Hijriyah yaitu:
1.
Muharram
2.
Shafar
3.
Rabiul Awal
4.
Rabiul Akhir
5.
Jumadil Awal
6.
Jumadil Akhir
7.
Rajab
8.
Sya’ban
9.
Ramadhan
10. Syawal
11. Dzulqa'dah
12. Dzulhijjah
KH Yahya Zainul Ma'arif, yang akrab disapa Buya Yahya, memberikan
penjelasan mengenai perayaan Tahun Baru Hijriyah. Menurut beliau
Tahun Baru Hijriyah bukanlah hari raya sebagaimana
Idul Fitri dan Idul Adha, tetapi sebuah momen yang memiliki makna syiar Islam
yang penting untuk diangkat. Mengangkat syiar
Muharram sebagai awal Tahun Baru Hijriyah adalah untuk menunjukkan identitas
Islam dan memperingati peristiwa penting dalam sejarah Islam.
Momen ini bisa digunakan untuk mengingatkan umat Islam tentang nilai-nilai
keimanan dan sejarah Islam.
Hal ini bukan berarti kita ingin menyaingi perayaan hari besar nasional
atau tradisi lain, tetapi untuk membiasakan kaum muslimin dengan sesuatu yang
memiliki nilai – nilai peradaban Islam. Khususnya pentingnya pendidikan dan
pembiasaan tentang sejarah dan nilai-nilai Islam. Momen ini juga menjadi
kesempatan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Hikmah Tahun Baru Hijriah
Merenungkan peristiwa penting hijrahnya Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam serta keistimewaan
bulan Muharram maka kita bisa mengambil ibrah, pelajaran dan hikmah untuk bekal
kita menapaki kehidupan di masa – masa yang akan datang. Pergantian tahun ini
harus menjadi tonggak baru untuk melakukan untuk melakukan muhasabah, evaluasi,
introspeksi diri terhadap perjalanan hidup selama ini agar kedepannya menjadi
lebih baik.
Rasul Shalallahu Alaihi wa Sallam pernah
berpesan dalam hadits yang artinya : “Siapa
saja yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang
beruntung. Siapa saja yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia
(tergolong) orang yang merugi. Siapa saja yang hari ini lebih buruk dari hari
kemarin, maka ia orang yang dilaknat (celaka)” (HR. al-Hakim).
Pada hadits ini Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam mendorong
ummatnya untuk senantiasa lebih baik dari waktu ke waktu, bukan hanya dalam
urusan dunia namun juga dalam urusan agama dan akhirat. Manusia sering kali kurang
puas dengan kondisi kehidupan dunianya. Bagi yang berjalan kaki ingin punya
sepeda angin. Setelah memiliki sepeda berharap mempunyai sepeda motor. Usai
memiliki motor ingin punya mobil supaya tidak kepanasan dan kehujanan dalam
berkendaraan. Urusan dunia selalu ingin meningkat, sayangnya manusia sering
mencukupkan diri dalam urusan ibadahnya.
Cukup hanya sholat lima waktu, padahal ada kesempatan melaksanakan sholat
sunnah. Mencukupkan diri mengeluarkan zakat fitrah, padahal mampu berinfaq
untuk membantu ummat. Mencukupkan diri dengan amal hablum min Allah, padahal seorang muslim juga dituntut untuk
melakukan amal hablum min an naas.
Puas dengan ibadah ritual, padahal ada kewajiban melaksanakan ibadah sosial.
Mengutip ceramah Ustadz Adi Hidayat (UAH),
beliau menekankan pentingnya momen pergantian tahun sebagai waktu yang tepat
untuk koreksi diri dan memperbaiki kualitas ibadah serta kehidupan sehari-hari.
Menurut beliau, Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam memberikan contoh kuat mengenai pentingnya memperbaiki diri
setiap kali waktu berganti.
Rasul Shalallahu Alaihi wa Sallam juga yang menjadi pengingat kita agar
selalu waspada dan mawas diri dalam urusan waktu, sebagaimana hadits beliau
yang artinya: "Gunakan lima perkara
sebelum datang lima perkara; masa mudamu sebelum masa tua, sehatmu sebelum sakitmu,
kekayaanmu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum kesibukanmu, dan kehidupanmu
sebelum kematianmu." (Imam Hakim)
Hadits ini mendorong ummat islam untuk senantiasa memanfaatkan waktu dengan
sebaik – baiknya. Bahkan mengoptimalkan peluang beramal pada kesempatan
pertama!
Beramal lebih awal mumpung masih muda.
Berdakwah mumpung masih sehat.
Berinfaq dan berkontribusi untuk ummat mumpung masih ada harta.
Beramal sunnah mumpung belum diterpa kesibukan.
Dan Beribadah dengan berbagai amal sholih lain dengan optimal semampang
masih ada umur.
Semoga kita memiliki umur yang barokah dan Allah ta’ala senantiasi
memberikan hidayahNya agar kita senantiasa berada dalam iman dan islam hingga
akhir hayat.
Posting Komentar untuk "Hijriah, Hijrah dan Muhasabah"