Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hijrah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam

Kalender Hijriyah kini memasuki 1 Muharram 1447 H, yang merupakan penanda pergantian tahun atau Tahun Baru Islam. Tepatnya saat ini, jatuh pada 27 Juni 2025. Dalam sejarahnya, penetapan Tahun Baru Islam pada 1 Hijriyah ditetapkan dengan mengacu pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam dari Mekkah ke Madinah.

Dalam sejarah Islam, dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam terbagi menjadi dua periode, yaitu periode Mekah dan Madinah. Ayat Al-Qur’an yang diturunkan Allah ta’ala kepada beliau pun terbagi menjadi ayat Makiyyah (diturunkan sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah) dan ayat Madaniyyah (diturunkan setelah Rasulullah hijrah ke Madinah).

Peristiwa hijrah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam dan para pengikutnya ini menjadi tonggak penting dalam sejarah penyebaran Islam. Perjalanan berat yang ditempuh oleh mereka pada akhirnya membawa Islam dan kaum muslimin keluar dari ketertindasan menuju kemenangan.

Dakwah Islam di Mekah, pada awalnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, hanya kepada keluarga dan sahabat dekat. Hal ini dilakukan untuk menghindari perlawanan sengit dari masyarakat pada saat itu, yang dikhawatirkan akan mempersulit bahkan mematikan dakwah Islam yang baru dimulai. Penyebarannya secara diam-diam memberi kesempatan bagi semakin banyak orang untuk mengenal ajaran baru ini, menerima, kemudian turut menyebarkannya.

Pada tahun keempat kenabiannya, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam atas perintah Allah ta’ala mulai berdakwah secara terang-terangan. Dakwah Islam secara terbuka ternyata memicu perlawanan dari kaum Quraisy. Permusuhan dan intimidasi tidak hanya ditujukan kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam tetapi juga para pengikutnya. Meninggalnya paman Rasulullah Abu Thalib (619 M), dan istri beliau Siti Khadijah radhiyallahu anha (620 M) yang merupakan pendukung utama serta pembela Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam , menambah berat keadaan pada saat itu.

Namun pertolongan Allah ta’ala mulai datang, pasca peristiwa isra’ mi’raj pada 27 Rajab tahun 621 Masehi, sejumlah 12 pria Yatsrib datang menemui Nabi untuk menyatakan keimanan mereka dan memberikan dukungan kepada Nabi serta ajaran Islam. Peristiwa ini dikenal dengan Baiah Aqabah pertama.

Musim Haji berikutnya 622 M, tujuh puluh tiga pria dan dua wanita dari Yatsrib (Madinah) datang ke Mekah untuk bertemu dengan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam di Aqabah. Mereka memberikan sumpah setia kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam, menyatakan keimanan mereka, dan berjanji untuk melindungi Nabi dan para pengikutnya dari segala ancaman, seperti mereka melindungi keluarga mereka sendiri, tentunya mereka juga bersedia menyebarkan Islam. Peristiwa ini dikenal dalam Sejarah Islam dengan Baiah Aqabah kedua.

Akhirnya, atas perintah Allah, unuk menyelamatkan dakwah Islam dan melindungi pemeluknya, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam mengirim para pengikutnya untuk terlebih dahulu hijrah ke Madinah. Baru kemudian, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersama Abu Bakar menyusul. Rombongan Nabi berangkat pada malam tanggal 27 Safar tahun ke-14 kenabian (12 September 622 M). Abu Bakar membawa semua hartanya, sekitar lima atau enam ribu dirham. 

Perjalanan hijrah ini bukanlah sesuatu yang mudah. Mereka harus meninggalkan tempat tinggal, harta benda, bahkan banyak yang terpaksa meninggalkan keluarganya. Kaum musyrik pun mempersulit kepindahan mereka ini. Ada yang ditahan istri dan anaknya seperti Abu Salamah, ada yang terpaksa kembali setelah sampai di Madinah seperti Ayyasy bin Abi Rabi’ah, karena dibohongi oleh saudara seibunya, Abu Jahal, bahwa ibu mereka merindukannya. Dalam perjalanan menuju Mekah dia diikat dan diseret ke Mekah, lalu dipertontonkan sebagai contoh akibat orang yang meninggakan agama leluhur.

Hijrahnya Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam sendiri dipenuhi bahaya. Mulai dari percobaan pembunuhannya sebelum berangkat sampai pengejarannya saat dalam perjalanan. Hanya pertolongan Allah ta’ala yang menyampaikan beliau ke Madinah dengan selamat.

Walau sungguh berat dan penuh resiko, demi Allah ta’ala dan agama-Nya, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam dan pengikutnya bersedia melakukan hijrah tersebut. Pada akhirnya, kebaikan demi kebaikan mereka dapatkan dari perpindahan itu. Puncaknya saat mereka berhasil kembali memasuki Mekah, bahkan menguasainya tanpa peperangan.

Mereka masuk ke Madinah tepat hari Jumat, tanggal 12 Rabiul Awal, tahun ke-1 Hijriyah, yang bertepatan dengan 27 September 622 M, saat Nabi memasuki usia 53 tahun. Sejak hari itu, Madinah dikenal sebagai “Kota Rasulullah” (Madīnat al-Rasūl), setelah sebelumnya dikenal sebagai Yatsrib. Kota ini juga dikenal sebagai “Kota Bercahaya” (al-Madinat al-Munawwarah).

Menurut Prof. Dr. Nor Hasan, M.Ag. dari UIN Madura, ketika Rasulullah dan para sahabat Muhajirin berada di Yatsrib yang kemudian berganti nama menjadi Madinah, langkah-langkah yang dilakukan Rasulullah dalam rangka membentuk komunitas politik muslim independent adalah:

(1) Membangun masjid sebagai tempat bersatunya umat,

(2) Mempersatukan umat Islam (kaum Muhajirin dan kaum Anshor) memperkuat Ukhuwah Islamiyah,

(3) Mempersatukan Masyarakat Madinah baik muslim maupun non muslim (ukhuwah basyariyah). dan

(4) Memperkokoh tatanan kemasyarakatan dengan membentuk komunitas politik muslim independent yang mewajibkan semua masyarakat Madinah membela dan menjaga keamanan dari musuh.

 

Khatimah

Allah ta’ala berfirman yang artinya,”Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah : 218)

Para ulama menerangkan tentang ayat ini bahwa sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya dan melaksanakan syariatnya, dan mereka meninggalkan kampung halaman mereka dan mereka berjihad di jalan Allah, mereka itu adalah orang-orang yang berharap besar memperoleh karunia Allah dan pahala Nya. Dan Allah maha pengampun terhadap dosa-dosa hamba-hamba-Nya yang Mukmin, maha penyayang terhadap mereka dengan rahmat yang luas.

Hijrah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam bukan hanya perjalanan fisik tetapi juga simbol perubahan, pengorbanan, dan kebangkitan. Momen ini mengingatkan umat Islam tentang pentingnya hijrah dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu hijrah dari keburukan menuju kebaikan, dari kegelapan menuju cahaya, maupun dari dosa menuju taubat.

Dengan demikian, Tahun Baru Hijriyah bukan sekadar perayaan pergantian tahun, tetapi juga momen untuk refleksi diri, memperbarui niat, dan memperkuat komitmen dalam menjalankan ajaran Islam. Ini adalah waktu bagi umat Islam untuk mengingat sejarah perjuangan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam dan mengambil inspirasi dari semangat hijrah dalam menghadapi tantangan hidup di masa kini.

Wallahu a’lam bi ashowab.

Posting Komentar untuk "Hijrah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam"