Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

DISIPLIN DIRI

Salah satu kunci dari kesuksesan adalah disiplin atau indhibat assyakhsiyah. Lebih populer orang-orang menyebut self-diciplined. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan.

Seringkali kedisiplinan dihubungkan dengan ketepatan waktu, namun dalam Islam waktu memang hal yang penting tapi bukan satu – satunya ukuran disiplin. Pada QS Al Asr ayat 1-3 Allah ta’ala berfirman

Ayat 1

Artinya: “Demi masa” (QS. Al-‘Asr/103: 1)

Allah ta’ala bersumpah dengan masa, yaitu waktu malam dan siang yang merupakan ladang bagi para hamba untuk berbuat dan beramal. Para ulama’ telah bersepakat bahwa modal manusia dalam kehidupan di dunia adalah umurnya. Jika manusia mengisi umurnya dengan amalan kebaikan, maka ia akan beruntung. Namun jika manusia mengisi umurnya dengan amalan keburukan, maka ia akan merugi.

Ayat 2

Artinya: “Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian” (QS. Al-‘Asr/103:2)

Makna ayat ini adalah bahwa setiap manusia berada dalam kerugian, betapa pun banyaknya harta, anak dan tingginya kedudukan dan kemuliaan.

Ayat 3

Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al-‘Asr/103:3)

Iman meliputi setiap hal yang mendekatkan diri kepada Allah ta’ala berupa keyakinan yang benar dan Ilmu yang bermanfaat. Sedangkan amal shalih meliputi setiap perkataan dan perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah ta’ala yang dilandasi dengan keikhlasan kerena Allah ta’ala dan mengikuti petunjuk Rasulullah Muhammad ﷺ.

Makna kalimat, “saling berwasiat dalam kebenaran,” adalah saling menasihati untuk istiqamah pada kebenaran yang harus dipegang teguh, yaitu iman dan tauhid kepada Allah ta’ala dengan melaksanakan hal-hal yang disyari’atkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang Karena kebenaran itu sangat berat dan tantangan dalam mengikuti kebenaran tidak ada hentinya. Oleh karena itu harus diikuti dengan saling menasihati untuk tetap beristiqamah di atasnya.”

Adapun makna kalimat, “saling berwasiat dalam kesabaran,” adalah saling menasihati kesabaran dalam melaksanakan perintah Allah ta’ala, kesabaran dalam meninggalkan apa yang diharamkan Allah ta’ala dan kesabaran dalam menerima takdir (ketentuan-ketentuan) Allah ta’ala.

Ayat di atas menunjukkan pada kita bahwa waktu itu penting, namun keberuntungan manusia bukan semata – mata ia memiliki waktu tapi tergantung pada keimanannya (aqidah) dan amal shalihnya (syariat). Sehingga jika kembali pada makna disiplin adalah orang yang taat aturan maka seorang muslim yang disiplin adalah orang yang taat pada Aturan Allah dan Rasul-Nya yang dibuktikan dengan perbuatan (amal shalih).

Banyak ibadah dalam ajaran Islam, terkait dan dikaitkan dengan waktu-waktu tertentu atau yang biasa disebut ibadah muwaqqat. Hal ini tentu akan ‘memaksa’ umat Islam untuk senantiasa peduli dan memperhatikan waktu. Mengingat, mengerjakan ibadah pada dasarnya tidak boleh mendahului waktu, sebagaimana juga tidak diperbolehkan mengakhirkan waktu.

Allah sendiri mengajarkan disiplin yang ketat untuk ibadah-ibadah tertentu seperti sholat, puasa maupun haji. Ibadah-ibadah tersebut jika dilakukan di luar waktu hampir pasti dinyatakan oleh para ulama sebagai amalan yang tidak sah.

Perbuatan (amal shalih) manusia tersebut terkait dengan waktu yang spesifik sehingga hal ini juga membina kedisiplinan seorang muslim, misalnya shalat. Shalat adalah rukun Islam kedua setelah syahadat. Menunjukkan betapa pokok dan pentingnya ibadah ini untuk kita tunaikan dengan serius dan tepat waktu.

Kunci ibadah ada dua, yaitu ikhlas dan ittiba’. Maka, untuk memulainya, dalam konteks ittiba’, setelah memiliki ilmu bagaimana tata cara shalat yang benar sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, kita pun harus komitmen untuk senantiasa melaksanakan ibadah shalat secara tepat waktu. Bagaimana pun kondisinya !

Syariat lain yang membina kedisiplinan waktu adalah puasa. Puasa mengajarkan Disiplin. Tepat waktu dalam menjalankan sahur dan berbuka puasa, ketika sahur tidak bisa melebihkan waktu dan ketika berbuka puasa harus tepat waktu tidak bisa kurang jam nya. Syariat dan ibadah lain juga terikat dengan waktu, misalnya ibadah haji yang hanya dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah.

Orang yang disiplin selain taat aturan juga tidak suka menunda-nunda tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung-jawabnya. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit dan waktu hidupmu sebelum kamu mati”. (HR. Bukhari)

Ketertiban dan ketaatan pada waktu ibadah tersebut bukan semata – mata masalah waktu, namun lebih karena ketaatan pada syariat yang telah menetapkan tata cara ibadah  beserta waktu – waktunya. Maka sekali lagi kedisiplinan seorang muslim adalah ketaatannya pada aturan, dalam hal ini aturan Allah ta’ala. Ketaatan yang tumbuh dari keimanan pada Allah ta’ala dan Rasul-Nya.

Kedisiplinan atau ketaatan pada aturan akan membawa kebaikan bagi diri maupun lingkungan. Dalam urusan bekerja untuk melaksanakan mencari nafkah bagi keluaga misalnya. Disiplin merupakan hal yang penting dalam bekerja, selain merupakan bagian dari etos kerja Islami, disiplin juga cerminan dari ajaran Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam.

Disiplin dalam bekerja menurut perspektif Islam bukan hanya tentang produktivitas atau keuntungan material semata, tetapi juga berkaitan erat dengan nilai-nilai spiritual, etika, dan tanggung jawab sebagai hamba Allah ta’ala. Islam mendorong umatnya untuk bekerja secara profesional.

Disiplin adalah salah satu ciri profesionalisme. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai jika seseorang melakukan suatu pekerjaan yang dilakukannya dengan itqan (tepat, terarah, dan tuntas).” (HR. Thabrani).

 

Khatimah

Imam Syafii berkomentar tentang QS. Al Asr 1-3 bahwa Seandainya setiap manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 8). Qoul Imam Syafii ini bermakna bahwa surat ini telah cukup bagi manusia untuk mendorong mereka agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholih, berdakwah kepada Allah, dan bersabar atas semua itu.

Beliau tidak bermaksud bahwa manusia cukup merenungkan surat ini tanpa mengamalkan seluruh syari’at karena seorang yang berakal apabila mendengar atau membaca surat ini, maka ia pasti akan berusaha untuk membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan empat kriteria yang tersebut dalam surat ini, yaitu beriman, beramal shalih, saling menasehati agar menegakkan kebenaran (berdakwah) dan saling menasehati agar bersabar”.

Sungguh amal shalih seorang muslim dengan mengamalkan syariat Allah ta’ala adalah bentuk nyata kedisiplinannya karena seorang yang disiplin adalah seseorang yang taat aturan. Wallahu a’lam bi ashawab

Posting Komentar untuk "DISIPLIN DIRI"