Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KOREKSI DIRI

Akhir tahun sering dijadikan momen untuk menata ulang kehidupan, mengevaluasi masa lalu sembari menyusun rencana untuk masa depan. Dalam Islam waktu bukan sekedar pergantian angka, namun bagian dari hal yang akan dipertanggungjawaban di hari akhir kelak.

Rasul Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya, Tidak akan bergeser dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang empat perkara : tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya bagaimana ia amalkan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan kemana ia belanjakan, serta tentang tubuhnya untuk apa ia gunakan.” (HR. At Tirmidzi)

Hadits ini mengingatkan bahwa setiap langkah kehidupan manusia akan dipertanggungjawabkan. Disinilah pentingnya untuk melakukan muhasabah diri, khususnya di akhir waktu, baik akhir hari, hari pekan ataupun akhir tahun.

Allah ta’ala berfirman yang artinya,” Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr : 18)

Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas Al-Qur'an Universitas Islam Madinah, menjelaskan tentang ayat ini, bahwa Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dan hendaklah setiap mereka mencermati kebaikan apa yang telah dia siapkan untuk menghadapi hari kiamat. Kemudian Allah mengulangi perintah-Nya agar mereka bertakwa kepada Allah, untuk menegaskan betapa pentingnya ketakwaan. Allah Maha Mengetahui segala perbuatan kalian di dunia.

Ayat ini mengandung pesan agar setiap muslim tidak lalai untuk menilai dirinya. Muhasabah bukan hanya sekedar mengingat kesalahan namun juga memperbaiki arah kehidupannya agar sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah, karena sungguh setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan.

Allah ta’ala berfirman fa may ya'mal miṡqāla żarratin khairay yarah. wa may ya'mal miṡqāla żarratin syarray yarah. Yang artinya Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (QS Al Zalzalah : 7-8)

Ibnu Katsir menafsirkan ayat ke-18 surah al-Hasyr di atas dengan dua pengertian : Pertama, perhitungkanlah diri kita sebelum kita kelak diperhitungkan oleh Allah ta’ala pada hari kiamat kelak. Kedua, perhatikanlah amal saleh apa yang sudah kita simpan untuk akhirat dan untuk menghadap Tuhan. Maka, muhasabah adalah menghitung diri atau bertanya kepada diri sendiri perihal amal saleh yang akan menjadi bekal dalam perhitungan (hisab) Allah ta’ala pada hari kiamat nanti.

Muhasabah berasal dari kata hâsaba yuhâsibu hisâban wa muhâsabatan, yang berarti menghitung-hitung. Sedangkan menurut istilah muhasabah memiliki arti sebagai penyucian diri dan berhati-hati, baik saat melaksanakan perintah Allah ta’ala maupun menghindari larangan-Nya.

Muhasabah berarti upaya penghitungan diri, evaluasi diri atau introspeksi. Pada pengertian lain muhasabah didefinisikan sebagai menghitung diri atau melakukan introspeksi terhadap semua apa (ucapan atau perbuatan lahir maupun batin) yang telah diperbuat. Seperti kata - kata yang diucapkan oleh Umar bin Khatab, “Hisablah dirimu sebelum dihisab oleh Allah, dan timbanglah diri dan perbuatan kalian itu sebelum ditimbang oleh Allah. (Haasibu anfusakum qabla antuhasabu)

QS. Al Hasyr : 18 diatas menjelaskan mengenai perintah untuk bermuhasabah terhadap segala kesalahan, dosa-dosa, maupun perbuatan negatif yang pernah seseorang lakukan baik terhadap dirinya maupun pada orang lain. Dalam penjelasan lain, muhasabah mempunyai arti menanamkan larangan-larangan agama pada jiwa, lalu mendidiknya untuk menanamkan perasaan minder yang menjadi hambatan untuk mencapai ketulusan hati, mahabbah dan keikhlasan.

Kebaikan setelah Keburukan

Ada kisah tentang seorang guru yang membuat garis sepanjang 10 cm di bagian atas papan tulis, lalu dia berkata kepada murid  - murid nya : "Anak-anak, coba perpendek garis ini!"

Murid  pertama maju kedepan, ia menghapus 2 cm dari garis itu, sekarang menjadi 8 cm. Kemudian ia mempersilakan murid  ke 2. Ia pun melakukan hal yang sama, sekarang garisnya tinggal 6 cm. Murid  ke 3 & ke 4 pun maju kedepan, sekarang garis itu tinggal 2 cm.

Terakhir, giliran murid  kelima yang nampak terlihat kalem maju kedepan, ia membuat garis yang lebih panjang, sejajar dengan garis pertama yang tinggal 2 cm itu. Guru menepuk bahunya, "Kau memang bijak Nak. Untuk membuat garis itu menjadi pendek, tak perlu menghapusnya, cukup membuat garis yang lebih panjang. Maka Garis yang pertama akan menjadi lebih pendek dengan sendirinya." 

Untuk menghapus kesalahan yang telah terjadi tidak cukup dengan menghilangkannya tapi perlu menggantinya dengan perbuatan lain yang lebih baik. Hadits Nabi Muhammad Shalallhu Alaihi wa Sallam dari Abu Dzar dan Mu'adz bin Jabal yang artinya, "Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya. Dan pergaulilah sesama manusia dengan akhlak mulia." (HR. Tirmidzi, hasan).

Kebaikan adalah semua apa yang Allah anjurkan dan telah dijelaskan oleh lisan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam, Rasul yang terakhir. Baik berupa amalan-amalan, akhlak-akhlak, maupun sifat-sifat.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, pada suatu siang para sahabat sedang bersama Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam. Kemudian, datanglah sekelompok orang yang keadaannya sangat memprihatinkan. Raut wajah Rasulullah berubah begitu melihat mereka. Nabi Shalallahu Alaihi a Sallam masuk, kemudian keluar dari rumahnya. Sudah itu, beliau menyuruh Bilal untuk mengumandangkan azan dan iqamah. Rasulullah pun shalat hingga tuntas dan kemudian berkhutbah. “Wahai sekalian manusia,” seru beliau, “bertakwalah kalian semua kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu.” Nabi Shalallahu Alaihiwa Sallam lalu membaca surah Al-Hasyr ayat ke-18. Artinya, “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).”

Sesudah itu, seorang sahabat langsung menyedekahkan dinar, dirham, baju, dan kurmanya. Kemudian, secara berturut-turut perbuatan tersebut diikuti oleh para sahabat yang lain. Akhirnya, sedekah berupa makanan dan baju menumpuk bagaikan dua anak bukit. Melihat pemandangan yang menyenangkan itu, wajah Rasulullah berbinar-binar. 

Beliau bersabda bahwa siapa yang berbuat baik, ia akan mendapat pahala dari perbuatannya dan juga pahala dari orang yang mengikuti kebaikannya itu tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang mengikuti jejak kebaikannya. Begitu pula keadaannya ketika seseorang berbuat keburukan dan banyak orang mengikuti keburukan itu.

Khatimah

Pada dasarnya koreksi diri atau muhasabah tidak perlu menunggu akhir tahun. Muhasabah dapat dilakukan kapan saja bahkan sesaat setelah melakukan perbuatan (buruk) yang seharusnya mendorong seseorang untuk mengganti perbuatan buruk dengan amal shalih.

Di momen menjelang akhir tahun, muhasabah selayaknya menjadi agenda yang lebih layak dibanding agenda – agenda lain karena tidak ada tuntunannya seorang muslim merayakan tahun baru masehi, terlebih dengan perbuatan - perbuatan yang makruh ataupun haram.

Mari menjemput keberkahan tahun yang akan datang dengan melakukan muhasabah diri terhadap amal perbuatan yang telah dilakukan. Muhasabah untuk mengoreksi diri seraya menyusun komitmen untuk istiqomah beramal sesuai tuntunan syariat sebagai bentuk ketaatan pada Allah ta’ala.

Wallahu a’lam bi ashowab.

Posting Komentar untuk "KOREKSI DIRI"