SYUKUR
Puji syukur kehadirat Allah ta’ala atas segala limpahan rahmat, hidayah dan nikmat-Nya pada kita semua. Sungguh Allah ta’ala telah melimpahkan banyak nikmat yang tidak terhitung banyaknya, maka selayaknya jika manusia senantiasa bersyukur pada khaliqnya di setiap kesempatan
Syukur berasal dari bahasa Arab dengan kata dasar “syakara” yang artinya
berterima kasih, bentuk masdar dari kalimat ini adalah “syukr; syukraan” yang
artinya rasa terima kasih. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, syukur diartikan
sebagai rasa terima kasih kepada Allah ta’ala.
Secara bahasa syukur adalah pujian kepada yang telah berbuat baik
atas apa yang dilakukan kepadanya. Syukur adalah kebalikan dari kufur. Hakikat
syukur adalah menampakkan nikmat, sedangkan hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya.
Sungguh ada banyak perintah dalam agama ini agar manusia
senantiasa bersyukur. Allah ta’ala berfirman pada
QS. Ibrahim 7 : Wa iż ta`ażżana rabbukum la`in syakartum la`azīdannakum wa
la`ing kafartum inna 'ażābī lasyadīd yang artinya “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih".
Pada ayat lain disampaikan, “Dan sesungguhnya telah Kami
berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang
bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri;
dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji.” (Terjemah QS. Luqman: 12)
Allah ta’ala juga berfirman yang artinya, “Wa in ta'uddụ ni'matallāhi lā tuḥṣụhā,
innallāha lagafụrur raḥīm” artinya, “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat
Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An Nahl :18)
Di sisi
lain Rasulullah
Shalallahu Alaihi wa Sallam juga
mengajarkan pentingnya bersyukur dalam kehidupan. Dalam salah satu hadistnya,
Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa tidak bersyukur kepada manusia, maka ia
tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Ahmad)
Hadist ini
menunjukkan bahwa syukur tidak hanya diwujudkan kepada Allah, tetapi juga harus
tercermin dalam hubungan antar sesama manusia. Menghargai dan berterima kasih
kepada orang lain yang telah berbuat baik kepada kita adalah bagian dari syukur
kepada Allah.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani
menjelaskan tentang cara bersyukur sebagai berikut : Pertama. Bersyukur dengan
lisan bahwa nikmat itu berasal dari Allah ta’ala. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda
yang artinya, “Ucapan yang paling disukai Allah adalah ‘Alhamdulillah’.” (HR. Muslim).
Pada hadits lain disebutkan Dari Jabir radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu
Alaihi wa Sallam bersabda:“Allah ta’ala tidak memberi suatu nikmat kepada seorang hamba
kemudian ia mengucapkan Alhamdulillah, kecuali Allah ta’ala menilai ia telah mensyukuri nikmat itu. Apabila dia
mengucapkan Alhamdulillah yang kedua, maka Allah ta’ala akan memberinya pahala yang baru lagi. Apabila dia
mengucapkan Alhamdulillah untuk yang ketiga kalinya, maka Allah ta’ala mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Hakim
dan Baihaqi)
Syukur dengan lisan adalah mengucapkan
terima kasih kepada Allah secara lisan. Kalimat-kalimat seperti “Alhamdulillah”
(Segala puji bagi Allah) adalah bentuk syukur yang paling sederhana namun
sangat bermakna. Namun bisa juga rasa syukur diutarakan dengan kalimat lain.
Bisa dengan membaca tasbih, takbir dan tahmid
seperti yang diajarkan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam. Di mana bacaan ini
tidak bisa dipisahkan dari rasa syukur. Rasulullah Shalallahu
Alaihi wa Sallam bersabda:"Dua kalimat yang
ringan diucapkan lidah, berat dalam timbangan, dan disukai (oleh) Allah Yang
Maha Pengasih, yaitu kalimat “Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil’Adzim”.
(HR Bukhari dan Muslim).
Selain itu, bersyukur dengan lisan
juga bisa diwujudkan dengan berterima kasih kepada sesama manusia yang telah
memberikan bantuan atau kebaikan. dan tidak menyandarkan kepada makhluk atau
kepada diri sendiri, daya dan kekuatan diri, atau usaha pribadi.
Kedua. Bersyukur dengan hati adalah dengan keyakinan yang abadi,
kuat, dan kokoh bahwa semua nikmat, manfaat, dan kelezatan yang ada padamu, baik
lahir maupun batin, gerakanmu maupun diam kita adalah berasal dari Allah ta’ala, bukan dari
selain-Nya. Dan kesyukuran dengan lisan merupakan ungkapan dari apa yang ada di
dalam hati.
Syukur dengan hati adalah pengakuan dalam hati
bahwa segala nikmat yang kita miliki berasal dari Allah ta’ala. Seorang muslim harus menyadari bahwa semua yang
dimilikinya, baik dalam bentuk harta, kesehatan, keluarga, maupun ilmu, adalah
anugerah dari Allah. Kesadaran ini akan membuat hati selalu bersyukur, tidak
sombong, dan merasa cukup dengan yang ada. Tetap bersyukur meski yang dimiliki
lebih sedikit dari orang lain, serta tidak sombong saat nikmat yang ada lebih
banyak dari orang lain.
Ketiga. Bersyukur
dengan anggota badan adalah dengan menggerakkan dan menggunakannya untuk
ketaatan kepada Allah bukan untuk selain-Nya. Misalnya syukur dengan mata,
yakni digunakan untuk melihat apa yang dihalalkan oleh Allah, dan menjaga mata
dari apa yang Allah haramkan. Dengan begitu Allah akan memberikan kelezatan
iman dalam hatinya.
Syukur dengan
perbuatan adalah menggunakan nikmat yang telah Allah berikan untuk hal-hal yang
baik dan sesuai dengan perintah-Nya. Seseorang yang diberikan nikmat harta bisa
bersyukur dengan cara bersedekah dan membantu orang lain yang membutuhkan. Mereka
yang diberi nikmat ilmu bisa mengajarkannya kepada orang lain, dan yang diberi
nikmat kesehatan bisa memanfaatkannya untuk beribadah dan berbuat kebaikan.
Allah ta’ala mengingatkan dalam firman-Nya pada QS Ibrahim ayat 7 : Wa iż
ta`ażżana rabbukum la`in syakartum la`azīdannakum wa la`ing kafartum inna
'ażābī lasyadīd yang artinya “Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Prof. Dr.
Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dalam Tafsir Al-Wajiz mengenai QS. Ibrahim 7 menerangkan
bahwa Ingatlah juga, tatkala Tuhanmu mengumumkan dan mengabarkan kepada kalian
dengan sangat jelas; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur dengan mengesakan dan
melakukan ketaatan, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu
mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih bagi mereka yang
durhaka dan kufur”.
Beliau
menjelaskan bahwa bukti syukur manusia kepada Tuhannya adalah meng- ESA – kan
Allah ta’ala, tidak mempersekutukan dengan yang lain, serta melaksanakan
ketaatan pada Nya dengan menjalankan perintah-Nya (syariat yang bernilai wajib
atau sunah) serta menjauhi larangan-Nya (syariat yang bernilai hukum haram dan
makruh).
Khatimah
Ada kalanya
rasa syukur dirupakan dengan mengadakan majelis tasyakuran, mengundang
tetangga, kolega dan handai taulan. Berbagi kebahagian dengan ucapan tasbih,
takbir dan tahmid serta diakhiri dengan makan bersama sebagai bentuk shadaqah
dari pemilik hajat. Bersedekah sendiri merupakan
tindakan yang mulia dan masuk ke dalam salah satu sunnah yang sangat dianjurkan
bagi umat Islam.
Sungguh ada
banyak cara bersyukur, maka apa sulitnya bersyukur atas nikmat, hidayah dan
rahmat Allah ta’ala ?! Manusia dapat melakukan banyak hal sebagai bukti syukurnya
namun harus dalam koridor syara’ sebagaimana penjelasan para ulama tentang QS
Ibrahim : 7 bahwa sikap meng ESA kan Allah ta’ala dalam
beribadah serta melakukan ketaatan adalah bentuk syukur yang paling utama kepada
Allah ta’ala.
Posting Komentar untuk "SYUKUR"