Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hadharah dan Madaniyah



 Pemerintah Hamas di Gaza mengatakan jumlah korban tewas akibat pertempuran antara pasukan Israel dan militan di wilayah Palestina telah mencapai 11.320 orang pada Selasa (14/11). Dilansir dari AFP, korban tewas termasuk 4.650 anak-anak dan 3.145 perempuan. (www.cnnindonesia.com).

Merespon kondisi di Palestina, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan Fatwa Nomor 83 tahun 2023. Fatwa tersebut merujuk sejumlah nash alqur’an dan hadits, diantaranya :

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (TQS. Al-Maidah: 2).

Serta hadits Dari Abdullah bin Umar r.a. berkata yang artinya Rasulullah saw. bersabda: “Seorang muslim saudara terhadap sesama muslim, tidak menganiyayanya dan tidak akan dibiarkan dianiaya orang lain. Dan siapa yang menyampaikan hajat saudaranya, maka Allah akan menyampaikan hajatnya. Dan siapa yang melapangkan kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan kesukarannya di hari qiyamat, dan siapa yang menutupi aurat seorang muslim maka Allah akan menutupinya di hari qiyamat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dan dua kaedah fiqh yang artinya :

”Kemudaratan itu harus dihilangkan.” Serta

“Jika ada beberapa kemaslahatan bertabrakan, maka maslahat yang lebih besar (lebih tinggi) harus didahulukan. Dan jika ada beberapa mafsadah (bahaya, kerusakan) bertabrakan, maka yang dipilih adalah mafsadah yang paling ringan.”

Fatwa tersebut mengutip pula pendapat ulama, diantaranya pendapat Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim 11/40: “Telah ijma' atau sepakat seluruh umat Islam keharusan urusan dengan ahli zimmah dan lain-lain orang kafir selagi mana (urusniaga itu) tidak jatuh dalam perkara haram. Tetapi umat Islam tidak boleh (haram) menjual senjata kepada musuh Islam yang sedang memerangi Islam, dan tidak boleh juga membantu mereka dalam menegakkan agama mereka.”

Fatwa tersebut merekomendasikan :

1.     Umat Islam diimbau untuk mendukung perjuangan Palestina, seperti gerakan menggalang dana kemanusian dan perjuangan, mendoakan untuk kemenangan, dan melakukan shalat ghaib untuk para syuhada Palestina.

2.     Pemerintah diimbau untuk mengambil langkah-langkah tegas membantu perjuangan Palestina, seperti melalui jalur diplomasi di PBB untuk menghentikan perang dan sanksi pada Israel, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan konsolidasi negara-negara OKI untuk menekan Israel menghentikan agresi.

3.     Umat Islam diimbau untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.

 

Hadlarah dan Madaniyah

Aktivitas kehidupan manusia pada dasarnya tidak akan terlepas dari dua hal, yakni pertama Hadlarah (peradaban) dan kedua Madaniyah (materi).

Hadlarah (peradaban) adalah sekumpulan pemahaman tentang kehidupan. Hadlarah bersifat khas dan terkait dengan pandangan hidup atau aqidah tertentu. Hadlarah barat (termasuk peradaban Yahudi) dibangun berdasarkan pemisahan agama dan kehidupan serta menafikan peran agama dalam kehidupan sehari – hari. Hal ini kemudian memunculkan pemikiran yang disebut dengan sekulerisme.

Berkaitan hal ini MUI telah mengeluarkan fatwa Nomor : 7/ Munas VII/MUI/11/2005 tanggal 28 Juli 2005, bahwa Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Umat Islam haram mengikuti paham pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama.

Fatwa ini masih relevan saat ini, termasuk dalam agenda boikot terhadap produk – produk (yang mendukung) israel. Boikot kaum muslimin dengan meninggalkan pemikiran pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama niscaya akan melemahkan peradaban Barat yang notabene adalah pendukung utama eksistesi negara israel.

Di sisi lain keistiqomahan ummat islam menjalankan agama islam tanpa bercampur dengan paham pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama akan mengokohkan keimanan kaum muslimin. Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan fatwa tersebut, bahwa “Sekularisme dan Liberalisme Agama yang telah membelokkan ajaran Islam sedemikian rupa telah menimbulkan keraguan umat terhadap akidah dan sya’riat Islam.” Artinya jika kaum muslimin meninggalkan paham pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama maka akan semakin teguh keimanannya.

Adapun Madaniyah adalah bentuk – bentuk fisik dari benda-benda yang terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Madaniyah bisa bersifat khas yang berkaitan aqidah tertentu (misalnya patung), namun bisa pula bersifat umum yang digunakan oleh semua ummat manusia.

Pada dasarnya benda – benda (madaniyah) hukum asalnya adalah Mubah (Boleh atau Halal) kecuali ada dalil mengharamkannya. Artinya kaum muslimin bisa memanfaatkan benda apapun yang dia butuhkan tanpa melihat agama atau aqidah dan asal negara  penemu, pembuat atau penjual barang tersebut. Semua benda boleh dimanfaatkan dan digunakan, sebagaimana bolehnya berdagang dan bermuamalah dengan non muslim.

Namun MUI telah menfatwakan bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib. Fatwa tersebut juga merekomendasikan bahwa salah satu bentuk dukungan adalah Umat Islam diimbau untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.

Artinya MUI tidak mengharamkan zat dari benda – benda tersebut. Barang – barang tersebut tetap mubah / halal secara zat sebagaimana hukum asalnya. Tapi demi solidaritas sesama muslim terhadap Palestina, kaum muslimin diimbau menggunakan produk lain.

Berkaitan dengan hal ini ada pelajaran yang bisa dipetik dari sejarah kaum muslimin. Di masa Kesultanan Umayyah hal semacam ini pernah terjadi. Pada masa itu dinar diimport dari Romawi, sebaliknya Romawi mengimpor kertas dari Umayyah. Waktu itu di masa Sultan Abdul Malik bin Marwan. Tiap hendak mengirimkan produk kertas, Sultan Abdul Malik menyelipkan dakwah berupa ayat Al-Qur`an surah An-Nisa` ayat 118 di kertas notanya.

Kaisar romawi minta dibacakan apa maksud tulisan itu, penasehatnya mengatakan bahwa artinya menghina tuhan kita. Kaisar Romawi pun marah lalu menulis balasan kepada Abdul Malik bin Marwan, Jika menulis hal itu lagi maka Kaisar Romawi akan menulis balas menghina nabi SAW.

Kemudian datanglah Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah pada Sultan Abdul Malik bin Marwan. Beliau menyemangatinya dan memberi saran, Umayyah menghentikan import dinar dari Romawi dan mencetak dinar sendiri, serta tidak lagi mengekspor kertas ke Romawi. Jika romawi membutuhkan kertas dan meminta kepada Ummayah, maka mereka harus ikut aturan Umayyah. Abdul Malik pun melakukan saran itu dan jadilah dia pemimpin Islam pertama yang mencetak dinar.

Boikot terhadap romawi ternyata menjadi pemicu lahirnya dinar islam yang kelak menjadi kunci perekonomian ummat islam di masa kejayaan islam. Maka bukan tidak mungkin boikot terhadap produk yang mendukung israel dapat memicu pertumbuhan ekonomi ummat islam.

Pada dasarnya transaksi tetap terjadi. Perdagangan tetap berlangsung. Namun Ummat Islam tinggal menggeser pembelajaannya pada produk – produk lain yang lebih support terhadap kaum muslimin.

Wallahu a’lam bi ashowab 

Posting Komentar untuk "Hadharah dan Madaniyah"