Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SEJARAH


 Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun pun berganti. Tahun 2023 telah berakhir dan berganti tahun yang baru. Tahun 2023 telah menjadi bagian dari sejarah.

Kata sejarah secara harfiah berasal dari kata Arab  šajaratun yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh. Adapun kata tarikh dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan.

Versi lain menyebut kata sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang berarti masa lalu manusia.(wikipedia)

History, yaitu kata "sejarah" dalam bahasa Inggris, berasal dari kata his - story. Yang artinya adalah "Kisahnya atau Ceritanya". Sesuai dengan asal katanya, ilmu history/sejarah mengandung unsur subyektifitas yang paling tinggi dari cabang-cabang ilmu lain. Karena history/sejarah adalah his-story atau kisah-nya. Kisah seseorang atau sekelompok orang yang dijadikan sebagai catatan sejarah.

Kisah yang tertulis pada buku sejarah umumnya adalah kisah yang disepakati oleh mayoritas ahli sejarah sebagai kisah yang dianggap paling mendekati kebenaran. Pertanyaannya : kelompok ahli sejarah yang mana ? Apa latar belakang mereka? Latar belakang budaya, agama, dan sosial mereka akan berpengaruh secara sadar atau tidak sadar pada pilihan story, meskipun secara ilmiah sejarawan dituntut untuk obyektif.

Maka tak ayal sering terjadi kontroversi pada kisah – kisah sejarah. Ada perdebatan pada sejumlah catatan sejarah, sehingga ada pemeo “Pemenang Perang adalah Penulis Sejarah”. Artinya sejarah dicatat berdasarkan perspektif pihak pemenang. Tentunya dengan motivasi dan kepentingan tertentu.

Sirah Nabi

Sejarah dalam Islam dikenal dengan sebutan tarikh. Sejarah paling utama dalam Islam adalah sejarah hidup Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam atau sirah, yang merupakan bagian dari hadits.  Berbeda dengan sejarah pada umumnya, penulisan atau pencatatan sirah dan hadits memiliki mekanisme keilmuan tersendiri untuk mencegah terjadinya penyelewengan dan memastikan kesahihannya. Sebagaimana dikenal ilmu sanad dan matan hadits.

Menurut Mohamad S. Rahman, Sanad menurut bahasa berarti sandaran, yang kita bersandar padanya, dan berarti dapat dipercayai. Sedangkan menurut istilah, sanad berarti keseluruhan rawy dalam suatu hadits dengan sifat dan bentuk yang ada.

Melalui mekanisme ini kemudian dikenal tiga derajat hadits, yakni :

1.    Hadits shahih, yakni hadis musnad yang bersambung sanadnya, dinukil oleh seorang yang adil dan dabit hingga akhir sanadnya, tanpa ada kejanggalan dan cacat.

2.    Hadits Hasan. Abu Isa at-Tirmidzi mengartikan hadits hasan sebagai hadits yang dalam sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh bohong, haditsnya tidak janggal, serta diriwayatkan tidak hanya dalam satu jalur rawian. Perbedaan antara hadits sahih dan hadits hasan memang sangat tipis. Bahkan, sebagian ulama mengatakan bahwa antara hadits sahih li gairihi dan hadits hasan li zatihi adalah sama.

3.    Hadits Dhaif, yaitu sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam yang tidak memenuhi syarat diterimanya suatu hadits dikarenakan hilangnya salah satu dari beberapa syarat yang ada. Hadits jenis ini tingkatannya paling lemah di antara jenis hadits lain. Para ulama berbeda pendapat dalam memandang kedudukan hadits dha’if. Namun, mayoritas ulama (khususnya mazhab Syafii) membolehkan mengambil hadits dhaif sebagai hujjah, apabila terbatas pada masalah keutamaan amal (fadh’ilul 'amal).

Sirah Nabawiyah merupakan kajian sejarah Islam yang sangat penting. Sebab, dengan mempelajarinya, seorang Muslim dapat mengetahui sosok Nabi Muhammad sebagai teladan utama sekaligus ideal dalam semua aspek kehidupan.

Sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya,“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab:21)

Kisah Israiliyah

Di sisi lain dalam sejarah Islam juga dikenal kisah israiliyah, yakni kisah – kisah yang terjadi sebelum datangnya Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam. Para ulama membagi kisah isriliyah dalam tiga kelompok :

Pertama : Kisah Israiliyyat yang diakui dan dibenarkan oleh Islam, maka hal itu benar.

Kisah Israiliyyat adalah kisah sebelum Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam, maka ia adalah bagian dari aqidah. Tidak dapat diverifikasi karena tidak terjangkau oleh akal, maka hanya dapat dibuktikan kebenarannya dengan dalil naqli. Maka kisah Israiliyyat yang bisa dibenarkan dan diakui adalah kisah yang tercantum dalam Al Quran atau hadits mutawatir.  Seperti misalnya Kisah Putra Nabi Adam (Qabil dan Habil)  pada surat al-Maidah ayat: 27-32 atau kisah nabi yang mengangkat Thalut sebagai raja Bani Israil pada QS. Al Baqarah: 246–247.

Kedua : Kisah Israiliyyat yang diingkari dan didustakan oleh Islam, maka hal itu bathil.

Hal ini karena isinya bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits. Misalnya kisah Nabi Ayyub sakit dalam jangka waktu yang sangat panjang, kulitnya sampai melepuh hingga badannya dipenuhi dengan ulat, dan penyakit-penyakit lainnya. Bahkan, saking parahnya penyakit yang menimpa Nabi Ayyub, anak dan istrinya pergi meninggalkannya.
Di satu sisi, kisah ini memiliki makna yang sangat luar biasa sebagai representasi kesabaran sekaligus menjadi motivasi untuk selalu bersabar bagi umat Islam ketika menghadapi ujian dengan bentuk apapun, akan tetapi, di sisi yang lain kisah ini justru bisa menurunkan derajat kenabian yang sifatnya sangat sakral.

Para nabi adalah manusia biasa yang juga bisa merasakan apa yang dirasakan manusia pada umumnya, mereka bisa sakit, lapar, kenyang, dahaga, tertawa, menangis, dan semacamnya. Ini sudah menjadi sesuatu yang wajar bagi para nabi yang memiliki sifat jaiz. Akan tetapi, sifat-sifat tersebut tetaplah sifat sempurna baginya dan tidak sampai mengurangi kesempurnaan derajat kenabian yang ada dalam diri mereka. Oleh karenanya, tidak heran jika dalam catatan sejarah, ada beberapa nabi yang oleh Allah diberi ujian dengan sakit dan lainnya. Akan tetapi, jika sakit yang mereka rasakan sampai menjadi penyebab dijauhi oleh umat, maka hal ini merupakan cerita-cerita batil.

Menceritakan kisah israiliyat jenis kedua ini hukumnya haram, kecuali juga disertai dengan penjelasan kebohongannya, dalam rangka untuk menjelaskan kepada khalayak umum bahwa kisah ini tidak benar.

Ketiga :Israiliyyat yang tidak diakui oleh Islam dan tidak diingkari, maka di sini wajib diam.

Kisah ini umumnya memiliki konten yang tidak bertentangan dengan syariat, namun sumbernya (sanad) tidak jelas sehingga tidak bisa diverifikasi kebenarannya. Ada kemungkinan benar dan ada pula kemungkinan salah, maka boleh disampaikan, namun lebih baik tidak menceritakannya.

Demikianlah sejarah dalam perspektif Islam, hendaknya kaum muslimin bijak dalam menyikapi catatan sejarah.

Wallahu a’lam bi ashawab

Posting Komentar untuk "SEJARAH"