Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Beramal Dengan Iman


 Alhamdulillah Puasa Ramadhan tahun 1445 ini sudah hampir memasuki etape ketiga pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Hari – hari istimewa karena pada masa – masa ini akan hadir malam yang sangat mulia yang lebih baik daripada seribu bulan, yakni malam lailatul qadr.

Namun sebelum memasuki etape akhir Ramadhan ada baiknya kita kembali meluruskan niat dan menguatkan tekad untuk menyelesaikan ibadah di bulan Ramadhan tahun ini dengan sebaik-baiknya hanya karena Allah ta’ala, karena Rasul Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).


Pada hadits lain disebutkan :

 “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).


 Imam an-Nawawi  menjelaskan hadits di atas dengan menyatakan:

 “Makna “Iman[an]” adalah membenarkan, bahwa itu memang benar, dengan nilai keutamaan. Sedangkan makna “Ihtisab[an]” adalah dia menginginkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan berharap dilihat manusia, dan bukan yang lain. Sesuatu yang menyalahi keikhlasan.”

Kesimpulannya Siapa saja orang Mukmin yang berpuasa dengan dorongan dan dasar keimanan kepada Allah, bahwa ini adalah perintah-Nya, meyakini bahwa ini hukumnya wajib, lalu menjalankannya dengan ikhlas semata untuk-Nya, berharap ridha dan pahala-Nya, maka dosa yang telah dia lakukan sebelumnya, pasti akan diampuni oleh Allah ta’ala.

Dan siapapun Mukmin yang bangun di malam harinya, untuk mengisi malam Ramadhan dengan ketaatan kepada Allah ta’ala, dengan dorongan dan dasar keimanan kepada-Nya, bahwa ini adalah perintah-Nya, meyakini keagungan fadhilah-nya, lalu menjalankannya dengan ikhlas semata untuk-Nya, berharap ridha dan pahala-Nya, maka dosa yang telah dia lakukan sebelumnya juga pasti akan diampuni oleh Allah ta’ala. ang dimaksud qiyam Ramadhan dalam hal ini adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi.

Maka di sini kita tahu pentingnya iman sebagai landasan beramal sesuai tuntunan Allah ta’ala dan Rasul Shalallahu Alaihi wa Sallam. Lalu apakah iman itu ?

Ada banyak definisi iman yang disampaikan ulama, salah satunya menyebutkan iman adalah tasdiqul jazm muthobiq lil waqi’ an dalilin atau pembenaran yang pasti sesuai dengan fakta yang muncul dari adanya dalil.

Bersifat pasti artinya 100% keyakinannya tanpa adanya keraguan sedikitpun. Sesuai dengan fakta maksudnya hal yang diimani tersebut memang benar-benar adanya dan sesuai dengan fakta, bukan diada-adakan. Misalnya keberadaan Alloh, kebenaran al Qur'an, wujud malaikat dll).

Muncul dari suatu dalil artinya keimanan tersebut memiliki hujjah/dalil tertentu (baik dalilnya bersifat aqliy/rasional untuk hal yang bisa diindera dan dalil naqli/dari wahyu untuk hal – hal yang tidak bisa diindera.

Definisi lain yang disampaikan ulama menyatakan iman ialah ucapan dengan lisan, keyakinan hati, serta pengamalan dengan anggota badan,  bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Kata Iman di dalam al-Qur’an digunakan untuk arti yang bermacam- macam. Ar- Raghib al- Ashfahani, Ahli Kamus Al- Qur’an mengatakan bahwa kata iman didalam al- Qur’an terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas  di bibir saja padahal hati dan perbuatanya tidak beriman, terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya terbatas pada perbuatan saja, sedangkan hati dan ucapannya tidak beriman dan ketiga kata iman terkadang digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan sehari- hari.

Iman dalam arti semata-mata ucapan dengan lidah tanpa dibarengi dengan hati dan perbuatan dapat dilihat dari arti QS. Al-Baqarah :8-9, yaitu:

 “Dan diantara manusia itu ada orang yang mengatakan :” Kami beriman kepada Allah dan hari Akhirat, sedang yang sebenarnya mereka bukan orang- orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan menipu orang-orang yang beriman, tetapi yang sebenarnya mereka menipu diri sendiri dan mereka tidak sadar.

Iman dalam arti hanya perbuatannya saja yang beriman, tetapi ucapan dan hatinya tidak beriman, dapat dilihat dari QS. An- Nisa : 142 yang artinya

 “Sesungguhnya orang-orang munafik (beriman palsu) itu hendak menipu mereka. Apabila mereka berdiri mengerjakan sembahyang, mereka berdiri dengam malas, mereka ria (mengambil muka) kepada manusia dan tiada mengingat Allah melainkan sedikit sekali”.

Iman dalam arti yang ketiga adalah tashdiqun bi al-qalb wa amalun bi al-jawatih, artinya keadaan dimana pengakuan dengan lisan itu diiringi dengan pembenaran hati, dan mengerjakan apa yang diimankannya dengan perbuatan anggota badan. Contoh iman model ini dapat dilihat dalam QS. Al- Hadid :19 artinya

 “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu adalah orang- orang yang Shiddiqien”.

Iman bukan semata-mata suatu keyakinan akan kebenaran ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaiahi wa Sallam, melainkan iman itu sebenarnya menerima suatu ajaran sebagai landasan untuk melakukan perbuatan. Beramal dengan landasan iman, dalam pembahasan ini melaksanakan puasa dan sholat malam (tarawih) dengan landasan iman pada Allah swt.

Sungguh iman yang ada di hati bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Adapun hal-hal yang dapat meningkatkan keimanan antara lain

  • Ilmu, yaitu dengan meningkatkan ilmu untuk mengenal Allah Ta’ala seperti makna dari nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya. Semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang terhadap Allah dan kekuasaan-Nya, maka semakin bertambah tinggi iman dan pengagungan serta takutnya kepada Allah Ta’ala.
  • Merenungkan ciptaan Allah, keindahannya, keanekaragaman-Nya, dan kesempurnaan-Nya. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman : Inna fii khalqis-samaawaati wal-ardi wakhtilaafil-laili wan-nahaari la'aayaatil li'ulil-albaab.


Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (QS. Al imran : 190)

Maka kita akan sampai pada kesimpulan : Siapa yang merancang, menciptakan dan mengatur semua ini ? Jawabannya hanya Allah !

  • Senantiasa meningkatkan ketaqwaan dan meninggalkan maksiat kepada-Nya.
Wallahu a’lam bi ashowab

Posting Komentar untuk "Beramal Dengan Iman"