Belajar Dari Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim merupakan satu dari lima rasul Ulul Azmi, atau rasul pilihan Allah yang memiliki ketabahan dan ketegaran hati yang luar biasa. Sebagai rasul Ulul Azmi, Nabi Ibrahim mempunyai banyak kisah teladan. Salah satunya kisah teladan dalam perjuangannya mencari Tuhan di tengah masyarakat penyembah berhala.
Nabi Ibrahim lahir di Babilonia (sekarang termasuk wilayah
Irak) yang dipimpin oleh Raja Namrud. Masyarakat Babilonia saat itu menyembah
berhala dan mempunyai tempat untuk menaruh patung-patung yang mereka sembah,
termasuk di dalamnya patung paling besar kepunyaan Raja Namrud. Ayah Nabi
Ibrahim bahkan bekerja sebagai seorang pembuat patung atau berhala.
Namun Nabi Ibrahim telah menunjukkan banyak keistimewaan.
Ibrahim kecil telah diilhami akal sehat dan pikiran tajam serta kesadaran bahwa
menyembah berhala seperti yang diperbuat masyarakat Babilonia, termasuk
ayahnya, merupakan perbuatan sesat. Nabi Ibrahim yakin bahwa dirinya dan semua
makhluk di dunia pasti ada yang menciptakan. Oleh sebab itu, Nabi Ibrahim tidak
mengikuti kaumnya untuk menyembah berhala, melainkan mulai mencari di mana dan
siapa Tuhan sesungguhnya.
Kisah Pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim ini tercantum pada
QS. Al An’Aam : 76 – 79 yang artinya :
“Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu)
dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia
berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”
“Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata:
“Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya
jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang
sesat”
“Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata:
“Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia
berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan”
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang
menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”
Empat ayat tersebut mengisahkan Nabi Ibrahim berpikir kritis
dengan memperhatikan tanda – tanda kebesaran Allah ta’ala di alam semesta (ayat
kauniyah) untuk menemukan tauhidnya melalui 3 benda. Yakni Bintang, Bulan, dan
Matahari.
Nabi Ibrahim mengira bahwa bintang menerangi malam dengan
cahayanya yang diproduksi secara mandiri, sehingga layak disembah sebagai the biggest
one, tapi ketika beliau melihat cahayanya menghilang beliau
menyimpulkan melalui kata-katanya “saya tidak suka pada yang tenggelam” bahwa
bagaimana mungkin ia menyembah sesuatu kepada sesuatu yang bisa tenggelam dan
berubah.
Kemudian ia
memperhatikan, ternyata ada yang mengalahkan cahaya bintang, yakni rembulan.
Namun ketika cahaya bulan perlahan menghilang, logikanya kembali bicara bahwa
tak mungkin Tuhan menghilang, menghilang adalah sifat makhluk yang ‘tercipta’,
punya awal dan punya akhir.
Lalu, ia
melihat Matahari, keyakinannya bertambah setelah melihat intensitas cahayanya
yang jauh berbeda dari Bintang dan bulan, bahkan memiliki volume yang lebih
luas, dalam perkataannya “Hadza Rabbi Hadza Akbar” . namun lagi – lagi
benda tersebut menghilang dari penglihatannya. Maka Nabi Ibrahim kembali pada
kesimpulannya bahwa yang menghilang bukanlah Tuhan.
Dari ketiga fakta yang ada, yakni Bintang, Bulan, dan
Matahari, Nabi Ibrahim memberikan konklusi, bahwa tentunya Tuhannya lebih hebat
dari 3 benda yang telah ia lihat sebelumnya. Konklusi tersebut tersuratkan pada
ayat 79 : Innī wajjahtu waj-hiya lillażī
faṭaras-samāwāti wal-arḍa ḥanīfaw wa mā ana minal-musyrikīn yang artinya Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada
Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang
benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Secara nalar sifat Al Kholiq Sang Maha Pencipta itu hanya ada 3 kemungkinan :
1. Ia diciptakan yang lain.
Kemungkinan ini salah karena tidak masuk akal. Kalau Ia diciptakan yang lain
maka Ia adalah makhluk dan bersifat terbatas (butuh kepada yang lain) ;
2. Ia menciptakan diri-Nya sendiri.
Ini juga kemungkinan yang salah karena Ia akan menjadi makhluk dan kholiq secara
bersamaan. Tidak masuk akal;
3. Ia bersifat Azali, wajibul wujud
dan mutlak adanya. Ini adalah kemungkinan yang benar.
Bagi orang yang berakal, hanya
dengan mengamati benda – benda yang dapat diindera disekelilingnya yang
terbatas maka dia akan percaya bahwa segalanya tersebut membutuhkan pencipta
(al kholiq).
Jika kita lihat pada
ayat – ayat Al Quran yang mengajak berfikir dan mengamati sekeliling manusia, maka akan
ditemukan tanda – tanda kekuasaan Allah ta’ala untuk membuktikan eksistensi Allah Ta’ala. Diantaranya :
Surat Ali Imran ayat 190-191 tentang penciptaan
langit dan bumi
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata), 'Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.'”
Surat Fussilat ayat 37 tentang penciptaan siang
dan malam
Artinya: “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah
sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika
Ialah yang kamu hendak sembah.”
Surat Ar Rum ayat 20 tentang penciptaan manusia
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.”
Khatimah
Tuhan memang tidak terlihat, namun Sang Khaliq nyata adanya. Eksistensi
Allah ta’ala Tuhan Yang Maha Esa bisa “ditemukan” melalui tanda – tanda
kekuasaannya di seatero alam semesta.
Sungguh batil orang yang mengatakan bahwa “yang tidak terlihat, tidak ada.
Tuhan tidak terlihat maka Tuhan tidak ada”. Pemikiran ateis ala komunis ini
adalah pemikiran batil yang sesat dan menyesatkan !
Tidak terlihat belum tentu tidak ada. Aliran listrik tidak terlihat, namun
bukan berarti tidak ada. Gelombang suara tidak terlihat namun nyatanya kita
bisa saling berkomunikasi melalui handphone atau menyimpan data di cloud. Angin dan oksigen tidak terlihat
namun angin jelas keberadaannya.
Keberadaan Allah ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa dapat dipahami melalui proses
berpikir dengan mengamati ayat – ayat kauniyah yang terhampar luas di alam
semesta. Sungguh Maha Benar Allah ta’ala yang berfirman pada QS. Al Imran : 190
yang artinya,”Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”
Bagi orang yang berpikir, mengamati ciptaan - ciptaan-Nya niscaya akan
mempertebal keimanannya pada Allah ta’ala.
Posting Komentar untuk "Belajar Dari Nabi Ibrahim"