ISLAM DAN KELESTARIAN ALAM
Kaum muslimin di negeri ini berduka seiring adanya bencana yang menimpa saudara – saudaranya di Sumatera pada akhir November 2025 lalu. Data per 10 Desember 2025 menunjukkan bahwa banjir bandang dan tanah longsor telah menyebabkan 969 orang meninggal dunia. BNPB juga mencatat sebanyak 262 jiwa dinyatakan masih hilang. Selain itu, 5.000 orang terluka, dan 157 ribu rumah di 52 kabupaten/kota terdampak mengalami kerusakan. https://www.cnnindonesia.com
Isu
deforestasi dan pembalakan liar sebagai penyebab banjir bandang dan
longsor di sejumlah wilayah di Pulau Sumatra mencuat. Video gelondongan kayu
terseret arus banjir viral di media sosial dan menjadi buah bibir masyarakat.
Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan Dwi Januanto Nugroho mengatakan dari hasil
analisis awal, selain curah hujan ekstrem ada indikasi kerusakan lingkungan di
hulu daerah aliran sungai (DAS) Batang Toru dan Sibuluan. hilangnya tutupan
hutan di lereng dan hulu DAS diduga menurunkan kemampuan tanah menyerap air,
sehingga hujan ekstrem lebih cepat berubah menjadi aliran permukaan (run-off)
yang kuat dan memicu banjir dan longsor. https://www.cnnindonesia.com
Peneliti senior Tim
Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Sapta Ananda Proklamasi, mengatakan, “Mayoritas DAS di Pulau Sumatera telah kritis–dengan
tutupan hutan alam kini kurang dari 25 persen. Sedangkan secara keseluruhan
kini tinggal 10-14 juta hektare hutan alam atau kurang dari 30 persen luas
Pulau Sumatera yang 47 juta hektare.”
Menurut Tim Kampanye Hutan
Greenpeace Indonesia, Peristiwa banjir besar yang melanda Sumatera ini
seharusnya menjadi pengingat untuk membenahi kebijakan pengelolaan hutan dan
lingkungan hidup serta komitmen iklim secara total. Banjir besar tersebut
menandakan dua hal: dampak krisis iklim yang tak bisa lagi dihindari dan
perusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi menahun. Dampak krisis iklim
terlihat dari cuaca yang kian
ekstrem, termasuk hujan lebat. https://www.greenpeace.org/
Sungguh Allah ta’ala telah mengingatkan dalam firman-Nya yang artinya,”Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar Rum : 41)
Syaikh Prof.
Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Wajiz menjelaskan tentang ayat ini, bahwa telah tampak kerusakan di berbagai hal seperti kegersangan,
kekeringan, kebakaran, banjir, penyakit, kegelisahan dan ditawan oleh musuh
akibat kemaksiatan dan dosa manusia. Supaya Allah membuat mereka merasakan
balasan dari sebagian perbuatan mereka di dunia sebelum dihukum di akhirat dan
supaya mereka bisa kembali dari kemaksiatan mereka dan bertaubat atas dosa-dosa
(mereka).
Allah ta’ala menciptakan langit, bumi, dan segala isinya dengan kesempurnaan. Allah
mengajak manusia untuk merenungkan keindahan ciptaan-Nya sebagai tanda
kebesaran dan kekuasaan-Nya. Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah
(pemimpin) di bumi. Manusia bukan hanya menikmati sumber daya alam, tetapi juga
merawat dan menjaga keseimbangan lingkungan. Allah berfirman yang artinya,“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah)
dan menjadikan kamu pemakmurnya…” (QS. Hud: 61).
Kata “memakmurkan” dalam ayat
ini mengandung makna bahwa manusia harus bertindak bijak terhadap lingkungan,
tidak merusaknya, dan menggunakan sumber daya secara adil.
Allah ta’ala telah melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena bisa
membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Bumi yang kita tempati ini adalah
milik Allâh Azza wa Jalla dan kita hanya diamanahkan untuk menempatinya sampai
pada batas waktu yang telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan. Oleh karena itu,
manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat
yang muncul.
Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam, bahkan dalam kondisi
perang sekalipun (jihâd fi sabîlillah), kaum Muslimin dilarang membakar dan
menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas. Bahkan untuk memotivasi
umat agar gemar menanam pohon Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang
artinya, “Muslim mana saja yang menanam
sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut,
niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah.” (HR Bukhâri).
Bahkan pohon itu akan menjadi asset pahala baginya sesudah mati yang akan
terus mengalirkan pahala baginya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda yang artinya,”Tujuh perkara yang
pahalanya akan terus mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada
dalam kuburnya. (Tujuh itu adalah) orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan
air, menggali sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf
atau meninggalkan anak yang memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati.”
(Shahîh al-Jâmi’ (3602) dari Anas)
Namun penanganan masalah – masalah kaum muslimin
adalah problem bersama. Urusan tersebut tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab
satu pihak atau kesalahan kelompok tertentu. Problem ummat harus diselesaikan
secara bersama oleh ummat Islam.
Islam sebagai agama dan mabda
akan bisa dilaksanakan secara utuh jika tiga asas penerapan hukum Islam ini ada
di tengah kehidupan umat, yaitu: (1) ketakwaan individu yang mendorongnya untuk
terikat kepada hukum syara’, (2) kontrol masyarakat, dan (3) negara yang
menerapkan syariat Islam secara utuh. Jika salah satu asas ini telah runtuh,
penerapan syariat Islam dan hukum-hukumnya ini akan mengalami penyelewengan.
Akibatnya, Islam sebagai agama dan ideologi akan lenyap dari muka bumi.
Ketakwaan individu. Takwa adalah sikap seseorang
untuk menjaga diri dari azab neraka, ketika melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan.
Takwa ini merupakan buah keimanan seseorang yang memahami makna pemikiran rukun
iman, khususnya kesadaran akan konsekuensi surga/neraka, jika melakukan atau
meninggalkan perbuatan.
Ketaqwaan ini yang akan mendorong individu –
individu muslim melaksanakan kebaikan, dalam hal ini melaksanakan sunnah
menanam pohon, menyingkirkan duri di jalan dan perbuatan lain menjaga
lingkungan. Ketaqwaan juga menjadi “polisi” yang menjaga diri melakukan
perbuatan maksiat, seperti pembalakan liar, membuang sampah sembarangan dan sebagainya.
Kontrol masyarakat. Manusia adalah makhluq sosial
yang hidup bersama. Pun manusia bukan malaikat yang selalu taat. Kontrol individu dan masyarakat terhadap individu lain ini
diperlukan karena tidak ada seorang manusia pun yang terbebas dari dosa, baik
dosa kecil maupun dosa besar. Karena itu, manusia memerlukan manusia yang lain
untuk mengontrol dirinya. Dalam hal ini saling mengingatkan tentang aturan –
aturan Allah dan Rasul-Nya dalam menjaga kelestarian
alam dan kebersihan lingkungan.
Islam telah
menegaskan kedudukan pemimpin kaum muslimin sebagai râ’in (pengembala)
yang bertanggung jawab atas ra’iyyah (gembala)-nya. Jika ada yang sakit,
kelaparan, terjadi perkelahian antara gembala satu dengan gembala yang lain,
atau jika ada gembala yang dizalimi oleh gembala yang lain, dan seterusnya,
semuanya merupakan tanggung jawab penggembala (pemimpin ummat) yang wajib
diselesaikan dengan baik.
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,“Kamu semuanya adalah penanggung jawab atas gembalaannya. Maka,
pemimpin adalah penggembala dan dialah yang harus selalu bertanggung jawab
terhadap gembalaannya.” (HR Ahmad, al-Bukhâri, Muslim, Abû Dâwûd, dan at-Tirmîdzi
dari Ibn Umar).
Pemimpin
harus melaksanakan amanahnya sebagai pemimpin ummat. Melaksanakan tugas amar
ma’ruf dengan membuat regulasi yang sesuai dengan hukum syara untuk tata kelola
sumber daya alam, mencegah deforestasi maupun hal lain yang merusak. Negara
dengan kewenangannya juga harus melaksanakan nahi munkar dengan menegakkan
hukum, memberi sanksi pada pihak yang bersalah baik individu maupum badan
hukum.
Khatimah
Allâh ta’ala berfirman, ”Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan
Allâh membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan
menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari
celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang
dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (Terjemah QS
ar-Rûm/30:48)
Begitulah
proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability)
bumi. Proses ini dikenal sebagai siklus hidrologi, mencakup proses
evaporasi, kondensasi, hujan dan aliran air ke sungai, danau dan laut. Bencana alam bukan kegagalan alam melainkan kegagalan
dalam implementasi dan penegakan hukum terhadap pemanfaatan alam, konservasi
dan juga tata ruang yang sudah ada
Oleh karena
itu kita ingat kembali bahwa kewajiban manusia adalah menjalankan syariat Allâh
Azza wa Jalla di muka bumi, memanfaatkan dan memakmurkannya dengan ketentuan
yang sesuai dengan aqidah dan hukum syara.

Posting Komentar untuk "ISLAM DAN KELESTARIAN ALAM"